Analisis Tokoh dan Penokohan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis
Pada kesempatan kali
ini saya akan mengkaji cerpen Robohnya
Surau Kami karya A.A Navis menggunakan strukuralisme sastra dan hanya
terfokus pada aspek tokoh dan penokohannya saja. Dalam cerpen ini terdapat
empat tokoh, yakni tokoh Aku, kakek, Ajo Sidi, dan Haji Saleh. Akan tetapi,
tokoh Aku pada cerpen ini bukanlah sebagai pemeran utama, melainkan hanya
sebagai saksi atau pelaku sampingan. Tokoh utamanya sendiri adalah seorang
kakek penjaga surau yang sudah hampir roboh. Berikut akan saya paparkan tokoh
dan penokohan dalam cerpen ini.
Tokoh dan Penokohan:
1. Aku
Seperti
yang sudah dijelaskan di awal, tokoh aku ini bukanlah seorang pemeran atau
tokoh utama, melainkan hanya sekedar tokoh perantara yang menyampaikan
kejadian-kejadian dalam cerita. Tak lain ia hanyalah tokoh sampingan. Hat
tersebut dapat saya simpulkan dari membaca seluruh isi cerita yang lebih
dominan membahas tokoh lain ketimbang tokoh Aku.
“Dan di pelataran kiri surau itu
akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengansegala tingkah
ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin,
penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.”
2. Kakek
Dari
intensitas kemunculan cerita tentang kakek di dalam cerpen ini yang paling
tinggi ketimbang intensitas kemunculan tokoh lain lah yang membuat saya dapat
menyimpulkan bahwa Kakek adalah tokoh utamanya. Kakek merupakan seorang tokoh
yang begitu taat pada perintah Tuhannya.
“Segala
kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah
aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya”
“Aku
bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari
tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku
puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya.
Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya Allah kataku bila aku kagum.”
Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya Allah kataku bila aku kagum.”
Karakter
taat beribadah yang Kakek miliki itu membuat Kakek seakan tidak begitu
mementingkan kepentingan duniawinya. Ia tak begitu memikirikan kekayaan dan
kenikmatan dunia.
“Sedari muda aku di sini, bukan? Tak
kuingat punya isteri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu? Tak
kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala
kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala.”
Kakek
juga merupakan orang yang murah hati. Ia kerap membantu tetangganya mengasah
pisau tanpa pernah meminta imbalan. Hal ini sedikit berkaitan dengan penokohan
Kakek yang sebelumnya. Keikhlasan dan kemurahanhatinya dalam membantu
tetangganya semata-mata hanya untuk mengharapkan rida Tuhannya.
“Orang-orang
suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa.”
Kakek
memiliki sifat yang dapat mengambil tindakan gegabah dalam keadaan tertekan. Kematian
tragis yang dialami Kakek adalah hasil dari tindakan gegabahnya saat pikirannya
sedang kalut. Meski memiliki keimanan yang cukup kuat, ternyata pada akhirnya
Kakek goyah, ia mati dengan cara yang amat dibenci Tuhannya, yaitu bunuh diri.
“Tapi
sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak
menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada
sesuatu yang yang mengamuk pikirannya.”
“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”
3. Ajo
Sidi
Dari
bualan-bulannya, saya menganggap bahwa Ajo Sidi sebenarnya adalah orang yang
ingin membuat orang lain terhibur. Salah satu orang yang merasa terhibur dengan
bualan-bualannya adalah tokoh Aku. Tokoh Aku juga pernah mengungkapkan bahwa ia
ingin bertemu lagi dengan Ajo Sidi dengan bualannya.
“ Sudah
lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar
bualannya.”
Selain
untuk menghibur, menurut saya, bualan-bualan yang diujarkan oleh Ajo Sidi
adalah kritik-kritik sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Kriti sosial
tersebut sebagai sindiran kepada masyarakat di lingkungannya agar dapat
mengubah diri menjadi lebih baik.
“Ketika
sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula
seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka
untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.”
4. Haji
Saleh
Haji
Saleh merupakan tokoh dalam bualan Ajo Sidi yang memiliki kesamaan dengan tokoh
Kakek. Haji Saleh memiliki ketaatan yang cukup tinggi pada perintah-perintah
dalam agamanya. Haji saleh juga memiliki sifat kepercayaan diri yang teramat
tinggi akan nasibnya di akhirat. Kepercayaan dirinya yang begitu tinggi atas amal-amal
ibadah yang telah ia perbuat membuat ia sombong terhadap Tuhannya sendiri.
“Ya,
Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu,
menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu
menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu
untuk menginsafkan umat-Mu.”
Thanks ka
ReplyDeleteGaje
ReplyDelete