Kajian Novel Daisyflo Karya Yennie Hardiwidjaja Menggunakan Pendekatan Psikologi Sastra
PSIKOLOGI TOKOH TARA
DALAM NOVEL DAISYFLO KARYA YENNIE
HARDIWIDJAJA
Abstrak
Penelitian ini membahasa kejiwaan tokoh Tara
dalam novel Disyflo karya Yennie
Hardiwidjaja. Kejiwaan Tara mulai terguncang semenjak ia diperkosa oleh Tora,
laki-laki yang mau tidak mau harus menjadi kekasihnya. Tara terikat dengan Tora
karena Tora berjanji akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tora memberikan
doktrin kepada Tara, bahwa tidak ada laki-laki lain yang akan menerima Tara
dalam kondisi Tara yang sudah tidak perawan. Tora juga memberi banyak tekanan
kepada Tara dalam hubungan mereka hingga Tara memilih selingkuh dengan Junot.
Tora pun melakukan hal yang sama, Tora berselingkuh dengan seorang gadis
bernama Lully. Tekanan-tekanan tersebut membuat Tara memutuskan untuk
mengakhiri hubungannya dengan Tora. Bahkan Tara berencana membunuh Tora. Tekad
Tara untuk membunuh Tora semakin kuat saat Tara mengetahui Junot mengalami
hilang ingatan karena tertabrak mobil saat sedang berseteru dengan Tora.
Guncangan-guncangan jiwa Tara dan hal yang Tara lakukan akibat kejiwaanya
tersebut dikaji dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis
dalam bentuk telling dan showing.
Kata Kunci: Kejiwaan,
perselingkuhan, pembunuhan.
PENDAHULUAN
Karya sastra tumbuh di
masyarakat, berkembang di masyarakat, diciptakan oleh masyarakat, serta dibaca
pula oleh masyarakat. Atas faktor-faktor itulah mengapa karya sastra dapat
disebut sebagai cerminan masyarakat. Berbagai genre dan sub-genre hadir mengikuti kasus-kasus yang biasa ditemukan di
masyarakat.
Tak
jarang karya sastra sengaja dilahirkan untuk menceritakan kejadian nyata.
Bahkan karya fiksi atau rekaan pun banyak yang tetap mengangkat tema-tema yang
biasa terjadi dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Sifat
kemasyarakatan yang dimiliki karya sastra inilah yang memungkinkan karya sastra
dapat dikupas dengan berbagai pendekatan yang juga mengacu pada sifat-sifat di
masyarakat. Dalam karya sastra yang bertema kebudayaan-kebudayaan dapat dikaji
dengan pendekatan multikulturalisme sastra, karya sastra bertema eksistensi
perempuan dapat dikaji dengan pendekatan feminisme, karya sastra yang kental
dengan cerita kejiwaan para tokohnya dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan
psikologi sastra, dan masih banyak lagi pendekatan-pendekatan sastra lainnya.
Novel
Daisyflo karya Yennie Hardiwidjaja
adalah salah satu novel yang dapat dikaji menggunakan pendekatan psikologi
sastra. Tokoh utama dalam novel ini ialah seorang perempuan bernama Tara.
Kejiwaan Tara terguncang semenjak ia berpacaran dengan kekasihnya, yakni Tora.
Sifat Tora yang posesif membuat Tara merasa terpenjara.
Berbagai kelakuan Tora
juga membuat Tara semakin frustasi, mulai dari meminta Tara untuk membayar
makan, menguasai mobil baru milik Tara, menyuruh Tara merapikan rumahnya,
mengekang Tara dekat dengan teman laki-lakinya, hingga memegang tabungan Tara. Semua
yang Tora lakukan membuat Tara jengah dan memilih untuk berselingkuh dengan
seniornya yaitu Junot. Sebenarnya Tara sudah menaruh perhatian dan mulai dekat
dengan Junot sebelum ia resmi menjadi kekasih Tora. Namun kejadian “siang
jahanam” membuat Tara harus pergi menjauhi Junot dan amat terikat dengan Tora.
Tora memerkosa Tara dan memberikan doktrin kepada Tara bahwa Tara tidak akan
diterima oleh lelaki manapun kecuali Tora apabila rahasia keperawannya
diketahui oleh orang lain. Namun Tara tak tahan menjauh lebih lama lagi dari
Junot. Ia perlu teman untuk membagi bebannya. Maka dari itu Tara memilih
berselingkuh dengan Junot.
Ternyata Tora melakukan
hal yang sama, ia berselingkuh dengan seorang perempuan bernama Lully.
Lagi-lagi kejiwaan Tara terguncang karena Tora. Hingga Tara berniat akan
membunuh Tora.
Di dalam basemant kantor Tora, Tara sudah siap
membunuh Tora. Tara menggunakan pakaian serba hitam, membawa tongkat besi
dengan paku di ujungnya, menunggu kedatangan
Tora, dan siap menghabisi Tora lalu melarikan diri. Namun beberapa saat
sebelum Tara beraksi, sebuah mobil yang ternyata dikendarai oleh Alexander
melaju dengan kecepatan tinggi menghantam tubuh Tora hingga tulangnya remuk dan
bersimbah darah.
Alexander adalah anak
dari mitra kerja orang tua Tara. Alexander lah yang menemani Tara saat Tara
dalam keadaan tertekan pascaputus
dengan Tora. Kejadian di basemant
kantor Tora menjadi puncak guncangan kejiwaan Tara. Tora dikabarkan koma
(rencana Tara gagal) dan Alexander terancam dipenjara. Cerita dalam novel ini
yang sebagian besar membahas kejiwaan Tara membuat novel ini sangat mungkin
untuk dikupas dengan teori psikoanalisis.
Menurut Barner (1969:
11) dalam
(Minderop, 2010: 11), Psikoanalisis
adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud.
Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia.
Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan konstribusi besar dan
dibuat untuk psikologi manusia selama ini.
METODE
Bahan yang
dikaji dalam penelitian ini adalah novel berjudul Daisyflo karya Yennie Hardiwidjaja. Novel ini dikaji dengan
pendekata psikologi sastra.
Pengkajian
novel ini dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Lebih spesifiknya lagi
dengan metode telling dan metode showing. Menurut Minderop (2005), metode
telling mengandalkan pemaparan watak
tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang. Melalui metode ini
keikutsertaan atau tutur campurnya pengarang dalam menyajikan perwatakan tokoh
berdasarkan paparan pengarang. Metode langsung atau direct method (telling) mencakup:
karakterisasi melalui penggunaan nama
tokoh, karakterisasi melalui penampilan tokoh, karakterisasi melalui penampilan
tokoh, dan karakterisasi melalui tuturan pengarang (Minderop, 2010:79).
Menurut Minderop (2005) Metode showing (tidak langsung) memperlihatkan
pengarang menempatkan diri di luar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada
para tokoh untuk menampilkan perwatakan mereka melalui dialog dan action. Metode showing mencakup: dialog dan
tigkah laku, karakterisasi melalui dialog (Minderop, 2010: 8).
Pengumpulan data
dilakukan mulai dengan membaca novel berulang kali secara intensif untuk lebih
memahami jalan cerita, menandai narasi dan dialog yang berbau psikologi,
mencatat bagian atau data yang dianggap penting, dan semua itu dilakukan dengan
seksama sambil menganalisis tiap kalimatnya.
Setelah proses
pengumpulan data, data diolah dengan metode showing
dan telling yang telah dijelaskan di
atas. Menuangkan setiap kutipan narasi pengarang dan dialog tokoh yang
menyangkut kejiwaan tokoh Tara dan dideskripsikan sesuai analisis yang telah
dilakukan saat pengumpulan data.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Perwatakan
Tokoh Tara Sebelum Mengenal Tora
Tara digambarkan
sebagai sosok perempuan yang mandiri. Ia tidak ingin kedua orang tuanya terus
menganggap bahwa Tara masih kecil dan tidak dapat menjaga dirinya sendiri.
Narasi:
Untuk membuktikan semua itu, aku bertekat hidup mandiri. Itulah sebabnya,
ketika Papa berencana membeli rumah di Jakarta, aku memilih kos. Aku akan
membuktikan gadis kecil mereka sudah besar dan sanggup mandiri. (hlm 28)
Bayangkan,
Papa dan Mama saja tidak bisa mengaturku, apalagi Junot? (hlm 29)
Tara
adalah anak tunggal. Seperti anak tunggal pada umumnya, Tara memiliki sifat
keras kepala. Ia akan berusaha sekeras
mungkin untuk medapatkan keinginannya.
Narasi:
Aku memang keras kepala. Terlalu keras kepala sehingga hanya mendaftar di satu
universitas, satu jurusan, dan apa pun yang terjadi aku tidak akan kuliah di
jurusan lain selain seni rupa. (hlm 28)
Tara perempuan yang
mudah tersentuh hatinya oleh perlakuan manis laki-laki. Mudah menyukai
seseorang, mudah berganti perasaan pula. Tahun 2004 saat pertama kali Tara
kuliah, Tara mengagumi seniornya yang bernama Junot. Junot memiliki wajah yang
tampan sehingga digilai juniornya. Karena hal itu Tara sedikit memberi
perhatian kepada Junot, terlebih Junot adalah laki-laki yang sederhana, pintar,
dan super baik. Namun setelah itu Tara bertemu dengan Tora. Pertama bertemu
dengan Tora, Tora dianggap sebagai dewa penolongnya. Tora menolong Tara saat
tenggelam di kolam renang berkedalaman dua meter. Tara juga disilaukan dengan
kelebihan-kelebihan Tora yang sengaja Tara gali. Pada akhirnya, Tara lebih
memilih Tora karena dianggap dapat mengontrol dirinya yang keras kepala.
Narasi: Junot
pendiam, misterius, dan sederhana. Dia kakak kelasku, satu jurusan. Aku suka
Junot karena oh... boy! Dia baik dan
otaknya encer banget! Bagiku, cerdas itu seksi... Junot teman yang menyenangka.
Aku yakin dia akan jadi pacar yang baik. (hlm 29)
Hati
kecilku yang silau terus –menerus mencari sisi lebih Tora, padahal kalau
logikaku jalan sebenarnya tidak lebih-lebih amat. Maklum silau. Sweet accident itu membuat hatiku terasa
sedikit berbunga, apalagi terus menerus diledek teman-teman satu kos. Dari unhappy, aku jadi over happy. (hlm26)
Dan
kalau Junot sudah beraksi, belulangku terasa lemas. Kecerdasannya membuatku
terkapar dan oh my, mengapa dia
begitu penuh pesona? (hlm 36)
Tara sama seperti
perempuan pada umumnya. Ia menyukai hal dan barang-barang yang berbau feminin
dan lucu.
Narasi: Seperti
cewek kebanyakan, aku suka memasang pernak-pernik girly di mobil. Boneka, klintingan, parfum, sarung kursi pinkies
lucu-lucu. (hlm 42)
Awalnya Tara memiliki
kepribadian yang manis, riang, manja dan penuh kasih sayang.
Dialog:
“Mama tahu, Tara... Mama tahu anak mama. Kamu
dulu tidak seperti ini. Sejak kamu pulang, kamu banyak berubah. Mama hampir
tidak kenal apakah ini Tara yang dulu begitu manis, riang, manja dan.. penuh
kasih sayang...” (hlm 65)
Tekanan
Jiwa Tara Akibat Tora
Semenjak Tara menjalin
hubungan dengan Tora, Tara sering berpikir bahwa sebenarnya ia lebih baik mati
ketimbang dijadikan budak, diperas, dan dikekang oleh Tora.
Menurut Hilgard (1975),
Naluri kematian (death instincts-
Thanatos) yang mendasari tindakan agresif dan destruktif dapat menjurus
pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri (self-desturctive behavior) atau bersikap agresif terhadap orang
lain (Minderop, 2010: 27).
Narasi:
Tora
bersinar bagai malaikat. Itu duluuu... Sekarang? Bah, kalau tahu akhirnya
begini, lebih baik aku mati tenggelam. (hlm 25)
Ya, aku stres dan hampir bunuh diri seperti yang
sudah-sudah. Aku ingin mengisi kebodohanku. Menangisi kesalahanku, tetapi yang
tersisa hanya rasa perih di hati. (hlm 57)
Sebagai laki-laki
seharusnya Tora lah yang membayar saat makan di luar bersama Tara. Namun
kenyatannya Tara lah yang selalu membayar. Padahal Tora sudah bekerja sedangkan
Tara masih berstatus sebagai mahasiswa. Kejengkelan Tara akan sikap Tora
membuat Tara sering membayangkan hal-hal kejam yang akan ia lakukan kepada
Tora.
Narasi:
Rasanya
ingin kujorokkan dia ke laut biar dimakan hiu atau ditelan bulat-bulat gurita
raksasa. Boleh juga disengat ubur-ubur hingga bengkak seperti balon, lalu
dikencingi ramai-ramai. (hlm 19)
Tora tertawa, giginya yang rapi ingin sekali kubuat
ompong. Kebetulan aku sedang menggosok kuali. (hlm 44)
Aku ingin merobek wajahnya. (hlm 46)
Tara amat gembira saat
orang tuanya akan membelikan mobil untuk Tara. Berakhirlah kegiatan Tara yang
melelahkan setiap hari, naik turun bus untuk ke kampus dan mencari dosen yang
notabenenya lebih sering berada di luar kampus. Tara mengajak Tora ke showroom dan menyerahkan masalah
perhitungan harga kepada Tora setelah Tara memilih sebuah mobil sedan dengan
warna merah menyala. Di hari yang amat Tara tunggu, Tara mendapati kenyataan
bahwa mobil yang datang ke rumahnya tidak sesuai pesanannya. Pihak showroom membawa sedan berwarna silver. Ternyata sehari setelah Tara
memesan mobil, Tora kembali ke showroom
dan mengganti pesanan menjadi sedan berwarna silver. Akibatnya meledaklah emosi Tara.
Narasi:
Aku
men-dial nomor ponsel Tora dengan
tangan gemetar karena luapan emosi. (hlm 40)
Bara kemarahan membuatku berdiri di depan pagar
rumah Tora demi menunggunya pulang. Ada seribu rencana di otakku. Salah satunya
adalah mengguyurnya dengan air bekas pipis Yucan (anjing Tora). (hlm 41)
Tara semakin tertekan
dan membenci Tora karena sikap Tora yang semakin semena-mena. Tora Mengatur
hampir semua yang ada di kehidupan Tara. Bahkan Tara harus mengemis pada Tora
agar ia tidak mengeluarkan pernak-pernik lucu di dalam mobil dan mengikir
stiker bergambar daisy yang menempel
di belakang mobil Tora. Tora beralasan bahwa pernak-pernik perempuan di mobil
akan membahayakan. Hal itu akan memancing perampokan karena para perampok lebih
tertarik merampok mobil yang dikendarai oleh perempuan. Tapi sebenarnya tujuan
utama Tora yaitu agar teman-teman Tora tetap percaya bahwa mobil Tara adalah
milik Tora.
Narasi: Alasan
Tora separuh benar. Aku tak berdaya melarangnya memaskulinkan semua aksesoris
mobilku. Puas menguras aksesoris interior mobil, Tora beralih ke eksterior
mobil ... Aku memohon, sial, ini kan mobilku! (hlm 43)
Tora juga sering
menyuruh Tara berangkat ke kampus dengan menaiki kendaraan umum karena mobil
Tara akan dibawa Tora berangkat ke kantor dan berjalan-jalan dengan temannya.
Tara mencoba melawan Tora sekuat mungkin hingga akhirnya terjadilah perdebatan
di antara mereka. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam (Minderop, 2010:
29), Pertahanan yang paling primitif dari ancaman-ancaman dari luar ialah denial of reality (penolakan realitas)
–ketika si individu mencoba menolak realitas yang mengganggu dengan penolakan
mengakuinya.
Narasi: Aku ingin merobek wajahnya. Ada iblis di balik
wajah tampannya. Aku benci Tora! Sialnya dia pacarku! Celakanya aku nggak bisa
pergi dari dia!
Dialog:
“Bukannya nggak rela, ini nggak fair
buat Tara! It’s mine!”
“Cuma
mobil!” sahut Tora sengit.
“Kalau
cuma mobil, mengapa kamu yang atur-atur? Mengapa nggak suruh bokap Tora saja
belikan Tora mobil baru? Bokap Tora kan tajir?”
Pekara mobil membuat
Tara dan Tora berdebat hebat hingga berlanjut menjadi pertengkaran. Mereka
saling merasa bahwa mereka yang lebih berkontribusi dalam hubungannya. Hingga
akhirnya Tora mengeluarkan kalimat yang menjadi kunci kelemahan Tara, “Kalau
kayak begini, bagaimana kita bisa awet sampai nanti-nanti?”
Narasi: Tidak!
Not that words again! Damn you Tora!
DAMN! ... Kata-kata itu terasa menghajar tubuhku dan terlempar ke jurang
yang sangat dalam. Langitku sobek. Sekelilingku berputar menjadi gasing, dan
aku berada di titik kedalaman yang tak berujung. Gelap, gelap dan menyakitkan.
Tidak, jangan menakut-nakuti aku. Jangan menekanku lagi, please. (hlm 47)
Aku
terduduk lemas. Air mataku tertahan di pelupuk mata. Peluh bercucuran, dan aku
terbungkuk menahan beratnya hatiku yang terasa berdarah. Oh, my God... oh my! Tora, lebih baik kau bunuh saja aku. Rasanya tidak
semenyakitkan sekarang. (hlm 47-48)
Tara semakin terguncang
saat mengetahui Tora berselingkuh dengan seorang perempuan bernama Lully. Tara
mengetahui hal itu karena ia menemukan sebuah amplop bertuliskan “Lully” yang
berisi foto seorang perempuan. Seketika Tara lemas.
Narasi: Iseng
kubuka amplop, isinya membuat hatiku hancur berkeping-keping...
Aku
terduduk lemas di lantai. Air mataku hampir mengering, benciku menjalar ke
seluruh pembuluh darah...
Aku
memegang dadaku yang terasa sesak. Hatiku sudah berkeping-keping dari dulu. Dia
menghancurkan segala rasa percaya diri dan sifat baikku. (hlm 51)
Aku
merangkak menggapai buku telepon.
Jantungku rasanya dicabut paksa. (hlm 52)
Mirisnya Tora selingkuh
bermodalkan mobil yang dipinjamnya dari Tara. Suatu pagi Tora datang ke kosan
Tara untuk meminjam mobil. Tora mengaku dirinya sedang kurang enak badan dan
tidak mungkin berangkat ke kantor menggunakan kendaraan umum. Dengan terpaksa
Tara meminjamkan. Namun saat Tara berangkat ke kampus ditemani Junot, Tara
melihat mobilnya terparkir di halaman rumah Tora. Tara amat yakin Tora sedang
melakukan sesuatu berdua dengan Lully di dalam rumahnya. Tara dapat menebak hal
itu karena saat meminjam mobil, Tora juga meminta kunci rumahnya yang selama
ini Tara pegang. Hal itu dilakukan Tora agar Tara tidak dapat memergokinya.
Bayang-bayang Tora bermesraan dengan Lully membuat Tara seketika histeris.
Narasi: Aku
mulai histeris. Tubuhku gemetar. Marah dan terluka. Kekuatanku belum pulih,
tetapi emosi adalah kekuatan dahsyat yang dapat membuatku menemukan kekuatanku.
(hlm 61)
Dialog:
“Lewati
rumah Tora, Ju. Please!” Junot
menatapku tak kuasa. Aku histeris. “TARA HARUS SELESAIKAN INI SEMUA! ENOUGH! TARA NGGAK KUAT LAGI!” (hlm 61)
Narasi:
Aku
terpaku dengan lautan emosi yang menggelegak. Perlahan rasa sakit itu mengoyak
kekuatanku.
Aku
gemetar seperti orang sakau. Tangisku tumpah. Apa pun bentuknya, pengkhianatan
selalu menyakitkan. (hlm 62)
Dialog: “Sakit,
Ju! Sakit, sakit, sakit, sakiitt!”, “Mana silet?” (hlm 63)
Narasi:
Rasanya aku pernah merasakan rasa sakit yang sama. Lagi-lagi aku terperosok di
jurang tak berdasar hingga langit yang sobek hilang dari pandangan mata.
Tekanan yang
bertubi-tubi Tora lakukan kepada Tara ternyata membuat Tara sering gelap mata.
Berulang kali Tara menyatakan bahwa ia ingin mati saja. Hal itu ternyata
bukanlah ucapan belaka. Tara merealisasikan hal itu dengan seringnya menggores
pergelangan tangannya dengan silet.
Dialog:
“Mana
silet?” (hlm 63)
Narasi: Junot
memandangku, kemudian beralih pada pergelangan tanganku yang penuh bekas
sayatan silet. Hasil perbuatan menyakiti diri sendiri karena hati tak lagi
mampu menanggung rasa sakit. (hlm 63)
Hal terbesar yang Tora
lakukan dan menjadi awal terguncangnya kejiwaan Tara, awal hancurnya hidup Tara
adalah Tora memperkosa Tara di dalam rumahnya sebelum mereka resmi menjadi
sepasang kekasih.
Tora yang notabenenya
masih belum memiliki status apapun dengan Tara sudah mulai posesif dengan tidak
mengizinkan Tara dekat dengan Junot. Saat megetahui Tara dekat dengan Junot,
Tora memaksa untuk menjemput Tara sepulang kuliah. Mereka berdebat di dalam
mobil hingga akhirnya Tora membelokkan mobil ke dalam rumahnya. Tara dibawanya
masuk ke dalam kamar dan diperkosa. Itulah sebabnya Tara tidak bisa pergi dari
Tora. Tora mengikatnya dengan mengambil keperawanan milik Tara dan berjanji
akan bertanggung jawab. Ia juga mendoktrin Tara bahwa tidak ada lelaki lain selain
Tora yang menginginkan Tara apabila rahasia keperawanannya diketahui orang
lain. Maka dari itu Tara merasa amat hancur saat mengetahui Tora selingkuh. Ia
menjadi tidak yakin Tora akan bertanggung jawab.
Narasi:
Aku meringkuk di sudut ranjang hingga tidak mampu menangis lagi.
Aku
kehilangan segalanya. Hal yang tertinggal hanyalah ketakutan ditinggal Tora,
ketakutan meninggalkan Tora, ketakutan memulai sesuatu yang baru, ketakutan,
ketakutan, dan ketakutan!
Tekanan-tekanan
dari Tora membuatku gila. (hlm 118)
Semakin
aku melakukannya, semakin aku benci kepada diriku sendiri. Semakin berharap
Tora menghargai pengorbananku, semakin dia melecehkan aku. (hlm 119)
Perkosaan yang Tora
lakukan terhadap Tara membuat Tara terpaksa menjauh dari Junot. Ia merasa hina
dan tak pantas untuk Junot. Tetapi Tara tak berhasil lama-lama menahan diri
untuk tidak kembali pada Junot. Ia membutuhkan Junot.
Narasi: Setiap
melihatnya, aku benci. Terkadang aku mencoba belajar menerima kenyataan, tetapi
setiap ingat apa yang dia lakukan kepadaku, apa yang membuatku kehilangan Junot
–aku tidak akan memaafkannya.
Tora benar-benar
membuat kejiwaan Tara terguncang. Tara berubah. Tara bukanlah sosok gadis yang
periang dan penuh harapan seperti sebelumnya. Ia menjadi benci dengan dirinya
sendiri terlebih kepada Tora.
Dialog: “Mama
tahu, Tara... Mama tahu anak mama. Kamu dulu tidak seperti ini. Sejak kamu
pulang, kamu banyak berubah. Mama hampir tidak kenal apakah ini Tara yang dulu
begitu manis, riang, manja dan.. penuh kasih sayang...” (hlm 65)
Narasi: Kamar
minimalis Tara berantakan dan miskin cermin. Tara benci cermin. Setiap pantulan
cermin hanya akan mengingatkan betapa hina dirinya. (hlm 67)
Aku
berada di posisi paling parah sepanjang hidupku. Kehilangan jati diri, miskin
semangat, dan ada di ujung tanduk kelulusanku. Semua itu membuatku stres dan
sakit. Ya, aku sakit hati, mungkin juga sakit jiwa. (hlm 121)
Aku
merasa hidupku tinggal serpihan dan tidak ada lagi yang dapat aku banggakan.
(hlm 122)
Ingin
mati rasanya, tetapi bagaimana orang tuaku? Bagaimana Junot? Sungguh, aku
adalah manusia tanpa harapan. (hlm 189)
Pascakejadian
Tara melihat mobilnya yang dipinjam Tora terparkir di rumah Tora saat jam
kerja, Tara bertekad untuk memutuskan hubungannya dengan Tora. Ia meminta mobil
dan uang tabungannya dikembalikan. Tara amat membenci Tora hingga rela meminum
obat KB meski sudah putus dengan Tora. Tara tidak sudi mengandung benih dari
Tora.
Narasi:
Aku
dihantui perasaan takut hamil. Walau sudah putus dari Tora, aku tetap menelan
obat KB, rajin mengonsumsi obat datang bulan, rutin makan tapai, nanas, dan
jamu-jamuan untuk merontokkan semua yang ada di dalam rahimku tanpa peduli
benih itu ada atau tidak. Aku tidak sudi mengandung benih Tora. (hlm134)
Setelah hubungan Tara
dan Tora berakhir, Tara yang masih belum bisa melupakan kejadian “siang
jahanam” dan terus tertekan karena hal itu mencoba mengurangi tekanan batinnya
dengan konsultasi ke psikiater.
Narasi: Aku
konseling dan gonta-ganti psikologi dan psikiater, tetapi itu tidak membantu.
Aku bahkan sempat ketergantungan obat penenang. Aku masuk forum-forum diskusi,
curhat asmara, konsultasi dan bersahabat dengan “korban-korban atas nama cinta
lainnya,” tetapi itu tidak juga banyak membantu. Aku rajin menelpon nomor-nomor
konsultasi, yang sering aku lihat di televisi. (hlm 188)
Tara
menjadi sering menggambar makhluk-makhluk seram seperti malaikat pencabut nyawa
sebagai cerminan perasaan dendam Tara terhadap Tora. Tara yang manis berubah
menjadi sadis.
Narasi: “Aku terus menggambar. Gambar
Dewi Bertanduk membawa pedang, Dewi Perang, atau Malaikat Pencabut Nyawa dengan
tombaknya yang mengerikan. Raut wajah pada gambar-gambar itu menceritakan
segalanya. Kebencianku. Beberapa di antaranya bertaring, berekor, dan bersirip
pedang. Semuanya penuh kebencian. (hlm 192)
Tara
juga berubah menjadi amat sensitif. Ia mudah tersinggung dan marah akibat
tekanan batin yang ia rasakan.
Dialog: “Tara, Mama hanya tanya.
Mengapa kamu belakangan ini begitu senditif?”
“Tara?
Sensitif? So what?” (hlm 193)
Tara menyimpan dendam
yang amat dalam kepada Tora atas segala sesuatu yang telah Tora lakukan
terhadap Tara. Hingga terbesit di benak Tara bahwa ia akan menghancurkan Tora.
Membunuh Tora.
Dialog: “Aku
akan menghancurkannya! Demi Tuhan, aku akan membunuhnya suatu hari nanti!” (hlm
191)
Kejiwaan
Tara Saat Bersama Junot
Kejiwaan Tara tertekan
hanya saat ia bersama dengan Tora. Kedekatannya dengan Junot malah memberi
warna terang pada dunia Tara. Sebagian besar bab pada novel ini, kisah Tara dan
Junot adalah cerita yang manis. Junot lah yang selalu membantu Tara, memberikan
ketenangan kepada Tara.
Saat awal bertemu, Tara
heran mengapa teman-temannya begitu menggilai Junot. Tara tidak begitu tertarik
pada Junot meski ia sendiri mengakui bahwa Junot memiliki wajah yang sama
sekali tidak bisa dibilang jelek. Namun perlahan semua anggapan itu berubah.
Tara mulai dekat dengan Junot. Tara menyukai Junot.
Awal
kedekatan mereka membuat Tara salah tingkah dan terus mengingat Junot.
Narasi: Aku mendengar getaran dalam
suaranya. Apakah memang suaranya bergetar begitu? Otakku seketika buntu.
Aku mencium
harum parfumnya yang lembut tanpa berani mendongak.
Senyumnya
manis. Aku mendongak, dan segera tertunduk lagi. Aku pura-pura serius untuk
mengurangi salah tingkahku. (hlm 88)
Aku mendongak, dan mata kami beradu. Oh, my... mata Junot cokelat bening, alisnya tebal teratur dengan hidung bangir yang mancung. Gosh! mengapa aku baru sadar dia tampan? (hlm 89)
Aku mendongak, dan mata kami beradu. Oh, my... mata Junot cokelat bening, alisnya tebal teratur dengan hidung bangir yang mancung. Gosh! mengapa aku baru sadar dia tampan? (hlm 89)
Wajahnya
masih terpatri di pelupuk mata.
Kejadian
tadi siang mengganggu konsentrasiku seharian. (hlm 90)
Lama
kelamaan Tara mencintai Junot. Hal itu berawal dari kecintaannya pada sketsa
yang Junot buat, yakni sketsa wajah tara dengan tubuh seorang peri sedang duduk
di tepi sungai sambil menggenggam kuntum-kuntum daisy.
Narasi: Aku jatuh cinta pada sketsa Junot. Sketsa itu
bikin aku jatuh cinta pada pelukisnya! (hlm 95)
Segala
sesuatu mengenai Junot selalu berhasil membuat dada Tara bergetar. Hari-hari
Tara menjadi amat manis semenjak ia dekat dengan Junot.
Narasi: Aku terduduk dan mendengar
dentuman degup dadaku. (hlm 95)
Dadaku
berdegup begitu keras. Ingin rasanya kembali berlari ke kampus dan menikmati
apa yang baru saja terjadi hari ini. (hlm 96)
Degup
hatiku tak beraturan, suaraku terdengar mengeluarkan sengau yang aneh, napas
lebih pendek, bibir terasa lebih kering... tetapi perasaan ini begitu nyaman.
Getar ini tak pernah kurasakan kala bersama Tora. (hlm 102)
Dialog: “Junot, aku senang banget hari
ini... kayaknya... um, kayaknya aku hanya bisa menggambar kamu saja.” (hlm 102)
Narasi:
Aku
melihat bening matanya berkilau di sela-sela sinar matahati yang menerobos
masuk lewat jendela samping perpustakaan. Otakku semakin kacau. Aku menarik
napas panjang. (hlm 102)
Jari-jari
Junot menari di atas keyboard. Melihat Junot bergumul dengan dengan
komputer, seperti melihat Junot yang lain. Junot,
dapatkah kamu berhenti menebar pesonamu? Pesonamu membuatku buta. (hlm 103)
Setelah
putus dari Tora, Tara dan Junot semakin dekat. Mereka sama-sama mencintai.
Junot membantu Tara menyelesaikan tugas akhirnya. Sedikit demi sedikit Tara mulai bangkit menata hidupnya menjadi
lebih baik.
Narasi:
Junot memelukku dengan hati menggelora, entah marah atau kecewa. Lalu, aku
merasakan kecupan lembut di keningku. Kecupan itu lama dan hangat. Setelah itu,
kami terdiam dalam kesunyian. Hatiku bergejolak. Apa yang Junot lakukan
terhadapku? A silent kiss!
Ini
bukanlah ciuman pertamaku tapi ciuman ini membuatku melayang. (hlm 147)
Kejiwaan
Tara Saat Bersama Alexander
Alexander adalah anak
dari mitra kerja orang tua Tara. Ia kuliah di jurusan psikologi. Sempat menjadi
psikolog namun kemudian memilih menjadi pebisnis meneruskan usaha orang tuanya.
Saat perusahaan orang
tua Tara terancam bangkrut, keluarga Alexanderlah yang membantu. Papa Tara
diopname karena stress menghadapi kebangkrutan perusahaannya. Tara yang baru
saja lulus sidang baru diberitahu berita duka keluarganya itu. Tara segera
pulang menemui keluarganya dan meninggalkan Junot tanpa memberikan penjelasan apapun.
Saat
Tara pergi untuk menemui orang tuanya, terjadilah pertengkaran antara Junot dan
Tora di kampus. Junot naik pitam saat tidak sengaja mengetahui Tora telah
manghancurkan hidup Tara.
Pertengkaran mereka
menjadi malapetaka pula bagi mereka berdua. Tora dan Junot saling baku hantam
di pinggir jalan hingga mereka tertabrak sebuah mobil yang tengah melaju cepat.
Kecelakaan itu menyebabkan Tora pincang dan Junot lupa ingatan.
Saat Junot lupa
ingatan, Muli – sahabat Tara yang sedari awal menyukai Junot – membantu ibu Junot merawat Junot. Di hadapan
Junot yang belum dapat mengingat apa pun, Muli mengaku sebagai perempuan yang
selama ini Junot cintai. Saat dihubungi Tara, Muli memberi tahu Tara bahwa
Junot pergi ke luar negeri dan sudah menemukan orang yang Junot cintai. Hal ini
membuat jiwa Tara kembali tertekan. Namun di saat Tara dalam kondisi tertekan,
Alexander selalu ada untuk Tara. Awalnya Tara tidak menyukai Alexander, tetapi
perlahan Alex dapat meluluhkan hati Tara.
Narasi:
Semakin sering Alex datang, semakin
aku tak mengacuhkannya. Aku membiarkannya nonton televisi sendirian atau
ngobrol dengan Papa-Mama. (hlm 201)
Sejauh
aku mengenal Alexander, dia lebih banyak membuatku jengkel daripada terpesona.
Meurutku, dia penuh rahasia. Sok kalem dan tipe mata-mata. (hlm 203)
Alexander
mulai menjadi seseorang yang menyenangkan dan penuh kejutan. Dia dapat
mengimbangi hobiku dan berusaha mempelajari hal yang menarik minatku.
Perlahan-lahan Alex mengembalikan hidupku yang sebelumnya normal. (hlm 205)
Aku
takut bertemu Alex. Aku takut dia akan mencuri hatiku. Aku takut dia akan
menyingkirkan sosok Junot, walaupun mereka berbeda.
Genggaman
tangan Alex membuatku bergetar. Dan aku benci, karena getarannya menyentuh
relung hatiku yang kesepian. Aku harus membenci Alex atau dia akan merajai
pikiranku dan membuat hari-hariku semakin sulit. (hlm 207)
Malam
itu, adalah pelukan pertama Alex untuknya. Sebuah pelukan yang awalnya terasa
janggal, namun nyaman pada akhirnya. (hlm 33)
Tak
disangka-sangka ternyata Alex mengetahui semua rahasia Tara. Ia tahu bagaimana
hancurnya hidup Tara selama bersama dengan Tora. Ia tahu bagaimana Tara amat
mencintai Junot. Alex mengetahui semua itu dari akun e-mail Tara. Tara selalu
menceritakan keluh kesah hari-harinya di dalam e-mail yang ia kirim untuk dirinya sendiri. From Tara – to Tara. Alexander membaca curhatan Tara itu saat Tara
lupa me-logout e-mailnya dari laptop yang sedang menyala di rumah Tara. Alexander
yang notabenenya lulusan jurusan psikologi, ingin membantu Tara keluar dalam
guncangan jiwanya. Alex mengunci Tara dan dirinya di dalam kamar Tara. Alex
sengaja membangunkan ingatan Tara akan kejadian “siang jahanan” yang dilakukan
Tora, agar Tara mengeluarkan segala yang ia pendam dalam dirinya. Kemudian Alex
menenangkan Tara dan membantu Tara menuju kepulihan.
Narasi: Tiba-tiba Alex memelukku dari
belakang. Pelukannya begitu erat mencengkram tubuhku yang gemetar. Seketika aku
ingat siang jahanam itu, kala Tora menyergapku dari belakang. Aku histeris dan
melawan. Tanganku memukul, mencakar, dan menendang ke segala arah. Alex menahan
amukan tubuhku. Air mataku meledak. Semakin kuat aku melawan, semakin erat Alex
mencengkram pelukannya. Tanganku memukul ke segala arah, memukul diriku dan Alex,
mencakar tubuhnya, menarik kemejanya hingga sobek, dan akhirnya tenagaku habis.
Aku tegeletak lemas di lantai dengan mata melotot. Kilasan demi kilasan siang
jahanam itu berputar di mataku.
Dialog:
“Kamu telah melewatinya kenangan itu memang sangat buruk tapi kamu telah
melewatinya. Tidak akan yang akan menyakitimu lagi. Kamu akan terus hidup,
merdeka dan bahagia. Kamu bisa, Tara! Kamu bisa...”
“Bayangkan hari
depanmu. Ada hari yang indah di sana, menunggumu. Kamulah yang menentukan masa
depanmu, Tara! Dimulai dari hari ini. Bangkit dan tersenyumlah! Kamu tidak
sendirian! Kamu dikelilingi orang-orang yang mencintaimu. Kami semua ada di
dekatmu, mendukungmu. Kita akan menghadapinya bersama.”
Usaha
Alex tidak sia-sia. Tara pulih sedikit demi sedikit. Bahkan Tara menjadi nyaman
berada di dekat Alex.
Narasi: Sejak hari itu, Alex selalu
bersamaku. Dia meredam neraka di dalam hatiku, mematri senyum di bibirku, dan
membuatku berani memandang pantulan cerminku sendiri. Selama setengah tahun,
hubunganku dengan Alex berjalan manis.
Kenyataan
yang Membuat Kejiwaan Tara Kembali Terguncang
Berkat
Alex, Tara kembali menjalani hidup dengan normal. Ia berhasil sejenak melupakan
masa lalunya. Setelah beberapa lama hidup cukup tenang, kejiwaan Tara kembali
terusik semenjak ia bertemu dengan Muli dan Junot di sebuah departemen store. Muli dan Junot
bergandengan berjalan menuju ke arahnya. Seketika Muli kaget saat mendapati
Tara sedang menatap ke arahnya dan Junot. Junot pun melihat Tara. Namun ada
yang berbeda dari pandangannya. Pandangan itu begitu asing. Junot tidak
mengenali Tara karena ingatannya telah hilang pascakecelakaan bersama Tora. Ternyata pada saat itu, Muli dan
Junot sedang mencari barang untuk pesta pernikahan mereka. Mereka sudah
bertunangan dan akan segera menikah.
Setelah
melihat Tara, Muli langsung menarik Junot menjauhi Tara. Junot merasa tidak
asing denga wajah Tara hingga ia selalu bertanya kepada Muli, siapa perempuan
yang ia lihat di departemen store.
Muli yang takut Junot kembali direbut Tara segera menemui Tara dan memohon agar
Tara tidak mengganggu hidup mereka. Muli tidak mau Junot ingat kalau orang yang
dicintainya adalah Tara, bukan Muli. Muli juga menceritakan kepada Tara bahwa
Junot hilang ingatan karena tertabrak mobil saat sedang berseteru dengan Tora.
Mengetahui kenyataan bahwa Junot kehilangan ingatannya dah hal itu disebabkan
oleh Tora, jiwa Tara kembali terguncang, kebencian Tara kepada Tora kembali
meluap hingga ia merencanakan akan membunuh Tora.
Narasi: Tara duduk di lantai kamar
mandi, di bawah kucuran shower yang
megguyur deras tubuhnya. Tubuhnya terasa lemas tak bertulang. Pengakuan Muli
membuat dunia kembali runtuh di atas kepala Tara. Tora sudah menghancurkannya.
Dia kehilangan orang yang paling dicintainya. Air mata Tara berlinang. Hatinya
pecah bekeping-keping. Lengkap sudah dunia meninggalkannya hari ini. (hlm 159)
Dialog: “Aku
akan menghancurkannya! Demi Tuhan, aku akan membunuhnya suatu hari nanti!” (hlm
191)
Pembunuhan
Tora
Tara
tidak hanya sekedar bicara. Ia benar-benar berniat akan membunuh Tora. Ia
mengintai kebiasaan Tora sepulang kerja. Tara berencana akan menghabisi nyawa
Tora di basemant kantor Tora. Tara
menyiapkan berbagai strategi. Bahkan Tara berlatih bela diri dan membentuk
tubuhnya menjadi sedikit lebih berotot. Tara mengamati dan mencatat setiap
kamera pengintai di dalam basemant.
Tara mencari blind spot-blind spot
yang dapat ia manfaatkan sebagai tempat ia membunuh Tora. Guncangan jiwa yang
Tara rasakan amat berat hingga ia tidak lagi memiliki sedikitpun rasa iba
kepada Tora.
Narasi: Di pojok parkiran, Tara
melongok dari dalam mobil. Dia memastikan seluruh ruangan kosong dan melirik
jam tangannya. Gadis itu menatap stopwath
dan mulai menghitung. (hlm 9)
Dia mengenakan
jaket panjang, celana, sarung tangan, dan sepatu kets serba hitam. Di tangannya
tergenggam pemukul pendek berwarna senada yang disembunyikan di balik jaket.
(hlm 10)
Tara
menunggu. Waktu berlalu lamban. Tara menghitung detik-detik hidup Tora yang
menyedihkan, juga detik-detik ke depan yang akan menjadikannya seorang
pembunuh, dan segala yang ditinggalkannya. (hlm 11)
Alexander
merasa aneh melihat kebiasaan Tara akhir-akhir ini. Tara banyak berlatih tinju
dan bela diri. Tara juga rutin diam-diam pergi menyetir mobil sendiri di malam
hari. Alex mulai curiga dengan hal-hal yang dilakukan Tara hingga akhirnya Alex
diam-diam memasang pendeteksi lokasi di mobil Tara agar Alex dapat mengetahui
keberadaan Tara. Alex tahu Tara sedang merencanakan hal jahat untuk Tora, namun
Alex tidak tahu kapan Tara akan melakukannya. Saat Alex sadar bahwa hari itu
adalah hari Tara akan mengeksekusi Tora, Alex segera menancap gas menuju basemant kantor Tora. Alex melihat Tara
bersiap menghabisi nyawa Tora saat Tora mulai berjalan memasuki basemant. Alex tidak ingin Tara menjadi
seorang pembunuh, akhirnya ia merelakan dirinya sendiri. Alex menancap gas dan
menabrak tubuh Tora hingga ia terkapar bersimbah darah. Tara kaget, rencananya
gagal. Tara segera lari begitu Alex menyuruhnya pergi dari basemant itu. Tora dilarikan ke rumah sakit, ia koma. Dan Alex
ditetapkan sebagai tersangka tunggal karena tertangkap kamera pengintai. Hal
ini membuat Tara gelisah, panik, kesal, takut, dan amat tertekan. Tara juga merasa menjadi seorang pecundang.
Tidak berani mengungkapkan hal yang sebenarnya dan mengorbankan Alex.
Narasi:
Tara tampak gelisah . dari ketinggian lantai
27, dia hanya melihat mobil yang sekecil mainan anak-anak. Pikiran Tara kacau.
Dia tidak dapat berpikir dengan benar karena dilanda kegelisahan yang amat
sangat.
Dada
Tara seketika sesak. Tara menggigil dan kembali merapatkan kardigan hitam di
bahunya. (hlm 30)
Tara
tidak mampu menjawab. Dia mematikan telepon, seolah sinyal buruk dan menggigil
ketakutan. (hlm 31)
Tara
menelan ludah. Selamat? Tidak, Tora tidak boleh selamat. Dia harus mati! Tara
terdiam. Dia menggigit bibirnya sendiri. Tidak, kalau Tora mati... tamatlah
riwayat Alex. Dia akan masuk penjara. Napas Tara sesak. Apa yang harus aku lakukan? (hlm 32)
Tara
marah pada kepengecutan dirinya. (hlm 226)
Tara
semakin merasa bersalah. Tiba-tiba Tara terasa tertusuk, rasanya begitu sakit.
(hlm 33).
Apakah
Tara yang merasakan panas sendiri? Hatinya merasa mendidih. Dia benci, tetapi
entah membenci siapa. (hlm 223)
Kekalutannya
berkumpul di otak Tara. Tara semakin membenci dirinya sendiri. Kamu memalukan, Tara! Kamu pengecut! Kamu
bilang kamu siap menanggung semua risiko kalau Tora mati, tetapi lihatlah ini.
Kamu bersembunyi seperti tikus! Memalukan! Hati kecilnya menyumpah. (hlm
225)
Tara kembali merencanakan
aksi lain saat mendengar kabar bahwa Tora belum mati. Padahal ia tahu sendiri
bahwa hidup atau matinya Tora menjadi penentu nasib Alex. Tara mendatangi kamar
rawat Tora dan hendak menghabisi nyawa Tora dengan mencabut segala alat bantuan
hidup Tora.
Narasi: Tara
berderap di koridor rumah sakit. Kemarahan menggumpal di wajahnya. Tara marah
pada kepengecutan dirinya. Sekarang, dia mencari kamar Tora. Pria itulah sumber
semua masalah. Tora membuatnya sinting sehingga menyeret Alexander dalam kesulitan.
Jika Tora tidak sebajingan itu, Tara tidak akan mengalami gangguan jiwa dan...
(hlm 227)
Tara, lihat dia! Kamu bisa
melakukan segala hal pada pasien koma di dalam sana. Toh hidup atau matinya
sudah dipasrahkan. (hlm 227)
Jika Alexander tidak berhasil
membunuhnya, aku akan membunuhnya dengan
tanganku sendiri. (hlm 227-228)
Tara
takut, tetapi pikiran menahun bahwa suatu hari nanti dia akan membunuh Tora
membuat refleks tangannya bergerak tanpa pikir.
Cabut kenop it, seperti kamu
mencabut colokan laptop! Mudah, terlalu mudah!
Hati
nuraninya berteriak. Dipenjara atau tidak sama saja. Selama ini aku hidup bebas, tetapi batinku terpenjara. Apa bedanya?
Lebih baik sekalian dipenjara karena pembunuhan daripada dipenjara karena
melakukan rencana pembunuhan. And I’m not
a loser! Tangan Tara terulur meraih oksigen. Tiba-tiba... (hlm 229)
Yang
Pernah Tara Lakukan Terhadap Tora
Ada hal besar
yang pernah Tara lakukan terhadap Tora. Tapi Tara tak pernah menyadari dan
mengingat hal itu. Tara merasa dirinyalah yang paling dirugikan, paling
tersiksa, paling tersakiti dalam hubungannya dengan Tora. Padahal Tara juga sering
menyakiti Tora dengan menyerang Tora, dan hal itu tidak hanya Tara lakukan satu
kali. Saat berada di kamar rawat Tora dan akan mencabut selang oksigen yang
terhubung, Tara melihat tubuh Tora memiliki banyak luka. Luka tersebut adalah
buah karya tangan Tara sendiri. Melihat itu, kilasan-kilasan kejadian suram
bersama Tora kembali berputar di mata Tara.
Narasi: Tubuh Tora penuh bekas luka
tusukan. Dua tusukan di bahu, satu bekas jahitan di dekat dada Tora, dan ada
sayatan memanjang di lengannya. Tara memandang jari-jarinya yang juga penuh
bekas sayatan yang hampir hilang. Ingatan itu kembali menggempur otak Tara.
Tara oleng.
Memori
baru menggempur otak Tara, dan membuatnya pusing. Kilasan-kilasan masa lalu
menyerbu otaknya, membuat pembuluh darahnya terasa pecah. Hari itu langit sudah
terlanjur robek. (hlm 230)
Merasa
marah dan tidak berdaya, membuat dendamnya semakin menggurita. Semakin lama
ditekan, membuat Tara kalap. Perlawanan yang terlambat itu dimulai dengan
barang-barang yang dilempar Tara ke Tora setiap mereka bertengkar, pukulan-pukulan
tangan kosong di dada Tora hingga nekat menusuk tangan Tora dengan garpu ketika
mereka makan malam. (hlm 231-231)
Dia
pernah menusuk bahu Tora dengan bolpoin, menyerang Tora dengan cutter, menendang, melawan, dan balas
memukuli, dan melempari Tora dengan segala benda yang ada di dekatnya untuk
mengusir pria itu.
Tara
hanya mengingat bagaimana Tora menyakiti, tetapi Tara tidak ingat bagaimana dia
membalas perlakuan Tora. Tara hanya merasa dia membalas perlakuan Tora. Tara
hanya merasa dia membela diri dengan melawan, bukan menyerang Tora. (hlm 232)
Tara
sungguh kalap, seolah-olah itu adalah klimaks segalanya. Tara menendang selangkangan Tora. Saking kerasnya tendangan itu, Tora
tersungkur tanpa mampu berdiri hingga seorang satpam datang dan memapahnya
pulang. Kejadian itu membuat Tora impoten (hlm 233)
Tara
Memaafkan Tora dan Dirinya Sendiri
Tara bukanlah
satu-satunya korban dalam hubungannya dengan Tora. Tora juga mengalami banyak
serangan fisik yang dilakukan Tara. Tara baru menyadari hal itu. Keputusan Tora
setelah terbangun dari koma juga sedikit meluluhkan hari Tara. Tora mencabut tuntutan
terhadap Alexander. Alex meyakinkan Tara bahwa kejiwaan Tara akan segara pulih
apabila Tara membuang segala dendam dalam dirinya. Tara harus memaafkan Tora
dan dirinya sendiri. Setelah Tora dapat keluar dari rumah sakit, Alex
menyiapkan pertemuan Tora dan Tara di sebuah executive lounge. Alex merasa mereka berdua harus lah saling bicara
untuk saling berdamai dan mendamaikan hati masing-masing.
Narasi:
Tara pernah menyusun berbagai rencana jahat apabila dia bertemu Tora.
Melemparnya dengan telur busuk, mengguyur dengan minuman, atau mendorongnya
dari eskalator. Namun sekarang, bayangan Tora yang gagah dan angkuh begitu jauh
dari kenyataan. (hlm 238)
Pemandangan
itu membuat hatinya sakit. Kebencian demi kebencian luruh satu persatu. (hlm
239)
Apa
pun yang pernah mereka lakukan adalah kesalahan berdua. Tara segera berbalik,
dan pergi dari hadapan Tora dengan hati yang terasa lebih lapang. Ya, aku memaafkan Tora dan diriku sendiri!
(hlm 240)
SIMPULAN
Berpacaran
dengan Tora yang posesif dan selalu mengandalkan membuat Tara amat tertekan.
Pertengkaran dan perselisihan mendominasi hubungan mereka. Tekanan-tekanan dari
Tora membuat jiwa tara terguncang. Jiwa Tara mulai berguncang hebat setelah
Tora memperkosanya di rumah Tora.
Hilangnya keperawanan Tara oleh Tora malah
membuat Tara semakin terikat dengan Tora. Tora berjanji akan bertanggung jawab.
Tora semakin semena-mena terhadap Tara hingga akhirnya Tara memendam perasaan
amat benci pada Tora.
Tara dendam dan
berencana akan membunuh Tora terlebih saat ia tahu Junot kehilangan ingatannya
akibat berseteru dengan Tora. Tara kehilangan Junot, Alexander terancam
dipenjara, dan Tora gagal mati membuat jiwa Tara semakin berguncang.
Kebencian Tara akan Tora membutakan
pikirannya. Tara tidak menyadari bahwa selama menjalin hubungan dengan Tora,
Tora juga mendapat serangan-serangan dari Tara. Setelah mengingat apa yang
telah Tara lakukan terhadap Tora, ada sedikit penyesalan dalam hati Tara.
Tara yang ingin kejiwaannya kembali pulih
haruslah membuang segala dendam yang ada di dalam hatinya. Tara mencoba
memaafkan Tora dan dirinya sendiri. Dan hal itu berhasil. Kebencian demi kebencian
luruh satu persatu. Batin Tara menjadi ringan setelah ia berdamai dengan
dendamnya.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Penelitian ini
dilakukan untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Pengantar Teori Sastra. Ucapan
terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr. Ade Husnul Mawadah, M. Hum. Selaku
dosen Mata Kuliah Pengantar Teori Satra yang telah memberikan bimbingan kepada
penulis. Terima kasih pula kepada seluruh pihak yang telah membantu, terutama
kepada kakak pembimbing penulis, Fathi Ridwan Hidayatullah hingga terselesaikannya
penelitian ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Hardiwidjaja, Yennie. 2012. Daisyflo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Buku Obor.
Yusuf, Syamsu LN dan A.Juntika Nurihsan.
2013. Teori Kepribadian. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Comments
Post a Comment