Kajian Novel Daisyflo Karya Yennie Hardiwidjaja Menggunakan Pendekatan Psikologi Sastra

PSIKOLOGI TOKOH TARA
DALAM NOVEL DAISYFLO KARYA YENNIE HARDIWIDJAJA

Abstrak
            Penelitian ini membahasa kejiwaan tokoh Tara dalam novel Disyflo karya Yennie Hardiwidjaja. Kejiwaan Tara mulai terguncang semenjak ia diperkosa oleh Tora, laki-laki yang mau tidak mau harus menjadi kekasihnya. Tara terikat dengan Tora karena Tora berjanji akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tora memberikan doktrin kepada Tara, bahwa tidak ada laki-laki lain yang akan menerima Tara dalam kondisi Tara yang sudah tidak perawan. Tora juga memberi banyak tekanan kepada Tara dalam hubungan mereka hingga Tara memilih selingkuh dengan Junot. Tora pun melakukan hal yang sama, Tora berselingkuh dengan seorang gadis bernama Lully. Tekanan-tekanan tersebut membuat Tara memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Tora. Bahkan Tara berencana membunuh Tora. Tekad Tara untuk membunuh Tora semakin kuat saat Tara mengetahui Junot mengalami hilang ingatan karena tertabrak mobil saat sedang berseteru dengan Tora. Guncangan-guncangan jiwa Tara dan hal yang Tara lakukan akibat kejiwaanya tersebut dikaji dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dalam bentuk telling dan showing.
Kata Kunci: Kejiwaan, perselingkuhan, pembunuhan.

PENDAHULUAN


Karya sastra tumbuh di masyarakat, berkembang di masyarakat, diciptakan oleh masyarakat, serta dibaca pula oleh masyarakat. Atas faktor-faktor itulah mengapa karya sastra dapat disebut sebagai cerminan masyarakat. Berbagai genre dan sub-genre hadir mengikuti kasus-kasus yang biasa ditemukan di masyarakat.
            Tak jarang karya sastra sengaja dilahirkan untuk menceritakan kejadian nyata. Bahkan karya fiksi atau rekaan pun banyak yang tetap mengangkat tema-tema yang biasa terjadi dalam kehidupan nyata di masyarakat.
            Sifat kemasyarakatan yang dimiliki karya sastra inilah yang memungkinkan karya sastra dapat dikupas dengan berbagai pendekatan yang juga mengacu pada sifat-sifat di masyarakat. Dalam karya sastra yang bertema kebudayaan-kebudayaan dapat dikaji dengan pendekatan multikulturalisme sastra, karya sastra bertema eksistensi perempuan dapat dikaji dengan pendekatan feminisme, karya sastra yang kental dengan cerita kejiwaan para tokohnya dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra, dan masih banyak lagi pendekatan-pendekatan sastra lainnya.
            Novel Daisyflo karya Yennie Hardiwidjaja adalah salah satu novel yang dapat dikaji menggunakan pendekatan psikologi sastra. Tokoh utama dalam novel ini ialah seorang perempuan bernama Tara. Kejiwaan Tara terguncang semenjak ia berpacaran dengan kekasihnya, yakni Tora. Sifat Tora yang posesif membuat Tara merasa terpenjara.
Berbagai kelakuan Tora juga membuat Tara semakin frustasi, mulai dari meminta Tara untuk membayar makan, menguasai mobil baru milik Tara, menyuruh Tara merapikan rumahnya, mengekang Tara dekat dengan teman laki-lakinya, hingga memegang tabungan Tara. Semua yang Tora lakukan membuat Tara jengah dan memilih untuk berselingkuh dengan seniornya yaitu Junot. Sebenarnya Tara sudah menaruh perhatian dan mulai dekat dengan Junot sebelum ia resmi menjadi kekasih Tora. Namun kejadian “siang jahanam” membuat Tara harus pergi menjauhi Junot dan amat terikat dengan Tora. Tora memerkosa Tara dan memberikan doktrin kepada Tara bahwa Tara tidak akan diterima oleh lelaki manapun kecuali Tora apabila rahasia keperawannya diketahui oleh orang lain. Namun Tara tak tahan menjauh lebih lama lagi dari Junot. Ia perlu teman untuk membagi bebannya. Maka dari itu Tara memilih berselingkuh dengan Junot.
Ternyata Tora melakukan hal yang sama, ia berselingkuh dengan seorang perempuan bernama Lully. Lagi-lagi kejiwaan Tara terguncang karena Tora. Hingga Tara berniat akan membunuh Tora.
Di dalam basemant kantor Tora, Tara sudah siap membunuh Tora. Tara menggunakan pakaian serba hitam, membawa tongkat besi dengan paku di ujungnya, menunggu kedatangan  Tora, dan siap menghabisi Tora lalu melarikan diri. Namun beberapa saat sebelum Tara beraksi, sebuah mobil yang ternyata dikendarai oleh Alexander melaju dengan kecepatan tinggi menghantam tubuh Tora hingga tulangnya remuk dan bersimbah darah.
Alexander adalah anak dari mitra kerja orang tua Tara. Alexander lah yang menemani Tara saat Tara dalam keadaan tertekan pascaputus dengan Tora. Kejadian di basemant kantor Tora menjadi puncak guncangan kejiwaan Tara. Tora dikabarkan koma (rencana Tara gagal) dan Alexander terancam dipenjara. Cerita dalam novel ini yang sebagian besar membahas kejiwaan Tara membuat novel ini sangat mungkin untuk dikupas dengan teori psikoanalisis.
Menurut Barner (1969: 11) dalam
(Minderop, 2010: 11), Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi yang memberikan konstribusi besar dan dibuat untuk psikologi manusia selama ini.
           
METODE
            Bahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah novel berjudul Daisyflo karya Yennie Hardiwidjaja. Novel ini dikaji dengan pendekata psikologi sastra.
            Pengkajian novel ini dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Lebih spesifiknya lagi dengan metode telling dan metode showing. Menurut Minderop (2005), metode telling mengandalkan pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang. Melalui metode ini keikutsertaan atau tutur campurnya pengarang dalam menyajikan perwatakan tokoh berdasarkan paparan pengarang. Metode langsung atau direct method (telling) mencakup:  karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, karakterisasi melalui penampilan tokoh, karakterisasi melalui penampilan tokoh, dan karakterisasi melalui tuturan pengarang (Minderop, 2010:79).
 Menurut Minderop (2005) Metode showing (tidak langsung) memperlihatkan pengarang menempatkan diri di luar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan perwatakan mereka melalui dialog dan action. Metode showing  mencakup: dialog dan tigkah laku, karakterisasi melalui dialog (Minderop, 2010: 8).
Pengumpulan data dilakukan mulai dengan membaca novel berulang kali secara intensif untuk lebih memahami jalan cerita, menandai narasi dan dialog yang berbau psikologi, mencatat bagian atau data yang dianggap penting, dan semua itu dilakukan dengan seksama sambil menganalisis tiap kalimatnya.
Setelah proses pengumpulan data, data diolah dengan metode showing dan telling yang telah dijelaskan di atas. Menuangkan setiap kutipan narasi pengarang dan dialog tokoh yang menyangkut kejiwaan tokoh Tara dan dideskripsikan sesuai analisis yang telah dilakukan saat pengumpulan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perwatakan Tokoh Tara Sebelum Mengenal Tora
            Tara digambarkan sebagai sosok perempuan yang mandiri. Ia tidak ingin kedua orang tuanya terus menganggap bahwa Tara masih kecil dan tidak dapat menjaga dirinya sendiri.
            Narasi: Untuk membuktikan semua itu, aku bertekat hidup mandiri. Itulah sebabnya, ketika Papa berencana membeli rumah di Jakarta, aku memilih kos. Aku akan membuktikan gadis kecil mereka sudah besar dan sanggup mandiri. (hlm 28)
Bayangkan, Papa dan Mama saja tidak bisa mengaturku, apalagi Junot? (hlm 29)

            Tara adalah anak tunggal. Seperti anak tunggal pada umumnya, Tara memiliki sifat keras kepala. Ia  akan berusaha sekeras mungkin untuk medapatkan keinginannya.
            Narasi: Aku memang keras kepala. Terlalu keras kepala sehingga hanya mendaftar di satu universitas, satu jurusan, dan apa pun yang terjadi aku tidak akan kuliah di jurusan lain selain seni rupa. (hlm 28)

Tara perempuan yang mudah tersentuh hatinya oleh perlakuan manis laki-laki. Mudah menyukai seseorang, mudah berganti perasaan pula. Tahun 2004 saat pertama kali Tara kuliah, Tara mengagumi seniornya yang bernama Junot. Junot memiliki wajah yang tampan sehingga digilai juniornya. Karena hal itu Tara sedikit memberi perhatian kepada Junot, terlebih Junot adalah laki-laki yang sederhana, pintar, dan super baik. Namun setelah itu Tara bertemu dengan Tora. Pertama bertemu dengan Tora, Tora dianggap sebagai dewa penolongnya. Tora menolong Tara saat tenggelam di kolam renang berkedalaman dua meter. Tara juga disilaukan dengan kelebihan-kelebihan Tora yang sengaja Tara gali. Pada akhirnya, Tara lebih memilih Tora karena dianggap dapat mengontrol dirinya yang keras kepala.
Narasi: Junot pendiam, misterius, dan sederhana. Dia kakak kelasku, satu jurusan. Aku suka Junot karena oh... boy! Dia baik dan otaknya encer banget! Bagiku, cerdas itu seksi... Junot teman yang menyenangka. Aku yakin dia akan jadi pacar yang baik. (hlm 29)
Hati kecilku yang silau terus –menerus mencari sisi lebih Tora, padahal kalau logikaku jalan sebenarnya tidak lebih-lebih amat. Maklum silau. Sweet accident itu membuat hatiku terasa sedikit berbunga, apalagi terus menerus diledek teman-teman satu kos. Dari unhappy, aku jadi over happy. (hlm26)
Dan kalau Junot sudah beraksi, belulangku terasa lemas. Kecerdasannya membuatku terkapar dan oh my, mengapa dia begitu penuh pesona? (hlm 36)

Tara sama seperti perempuan pada umumnya. Ia menyukai hal dan barang-barang yang berbau feminin dan lucu.
Narasi: Seperti cewek kebanyakan, aku suka memasang pernak-pernik girly di mobil. Boneka, klintingan, parfum, sarung kursi pinkies lucu-lucu. (hlm 42)

Awalnya Tara memiliki kepribadian yang manis, riang, manja dan penuh kasih sayang.
Dialog:  “Mama tahu, Tara... Mama tahu anak mama. Kamu dulu tidak seperti ini. Sejak kamu pulang, kamu banyak berubah. Mama hampir tidak kenal apakah ini Tara yang dulu begitu manis, riang, manja dan.. penuh kasih sayang...” (hlm 65)

Tekanan Jiwa Tara Akibat Tora
Semenjak Tara menjalin hubungan dengan Tora, Tara sering berpikir bahwa sebenarnya ia lebih baik mati ketimbang dijadikan budak, diperas, dan dikekang oleh Tora.
Menurut Hilgard (1975), Naluri kematian (death instincts- Thanatos) yang mendasari tindakan agresif dan destruktif dapat menjurus pada tindakan bunuh diri atau pengrusakan diri (self-desturctive behavior) atau bersikap agresif terhadap orang lain (Minderop, 2010: 27).
Narasi: Tora bersinar bagai malaikat. Itu duluuu... Sekarang? Bah, kalau tahu akhirnya begini, lebih baik aku mati tenggelam. (hlm 25)
Ya, aku stres dan hampir bunuh diri seperti yang sudah-sudah. Aku ingin mengisi kebodohanku. Menangisi kesalahanku, tetapi yang tersisa hanya rasa perih di hati. (hlm 57)

Sebagai laki-laki seharusnya Tora lah yang membayar saat makan di luar bersama Tara. Namun kenyatannya Tara lah yang selalu membayar. Padahal Tora sudah bekerja sedangkan Tara masih berstatus sebagai mahasiswa. Kejengkelan Tara akan sikap Tora membuat Tara sering membayangkan hal-hal kejam yang akan ia lakukan kepada Tora.
Narasi: Rasanya ingin kujorokkan dia ke laut biar dimakan hiu atau ditelan bulat-bulat gurita raksasa. Boleh juga disengat ubur-ubur hingga bengkak seperti balon, lalu dikencingi ramai-ramai. (hlm 19)
Tora tertawa, giginya yang rapi ingin sekali kubuat ompong. Kebetulan aku sedang menggosok kuali. (hlm 44)
Aku ingin merobek wajahnya. (hlm 46)

Tara amat gembira saat orang tuanya akan membelikan mobil untuk Tara. Berakhirlah kegiatan Tara yang melelahkan setiap hari, naik turun bus untuk ke kampus dan mencari dosen yang notabenenya lebih sering berada di luar kampus. Tara mengajak Tora ke showroom dan menyerahkan masalah perhitungan harga kepada Tora setelah Tara memilih sebuah mobil sedan dengan warna merah menyala. Di hari yang amat Tara tunggu, Tara mendapati kenyataan bahwa mobil yang datang ke rumahnya tidak sesuai pesanannya. Pihak showroom membawa sedan berwarna silver. Ternyata sehari setelah Tara memesan mobil, Tora kembali ke showroom dan mengganti pesanan menjadi sedan berwarna silver. Akibatnya meledaklah emosi Tara.
Narasi: Aku men-dial nomor ponsel Tora dengan tangan gemetar karena luapan emosi. (hlm 40)
Bara kemarahan membuatku berdiri di depan pagar rumah Tora demi menunggunya pulang. Ada seribu rencana di otakku. Salah satunya adalah mengguyurnya dengan air bekas pipis Yucan (anjing Tora). (hlm 41)

Tara semakin tertekan dan membenci Tora karena sikap Tora yang semakin semena-mena. Tora Mengatur hampir semua yang ada di kehidupan Tara. Bahkan Tara harus mengemis pada Tora agar ia tidak mengeluarkan pernak-pernik lucu di dalam mobil dan mengikir stiker bergambar daisy yang menempel di belakang mobil Tora. Tora beralasan bahwa pernak-pernik perempuan di mobil akan membahayakan. Hal itu akan memancing perampokan karena para perampok lebih tertarik merampok mobil yang dikendarai oleh perempuan. Tapi sebenarnya tujuan utama Tora yaitu agar teman-teman Tora tetap percaya bahwa mobil Tara adalah milik Tora.
Narasi: Alasan Tora separuh benar. Aku tak berdaya melarangnya memaskulinkan semua aksesoris mobilku. Puas menguras aksesoris interior mobil, Tora beralih ke eksterior mobil ... Aku memohon, sial, ini kan mobilku! (hlm 43)

Tora juga sering menyuruh Tara berangkat ke kampus dengan menaiki kendaraan umum karena mobil Tara akan dibawa Tora berangkat ke kantor dan berjalan-jalan dengan temannya. Tara mencoba melawan Tora sekuat mungkin hingga akhirnya terjadilah perdebatan di antara mereka. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam (Minderop, 2010: 29), Pertahanan yang paling primitif dari ancaman-ancaman dari luar ialah denial of reality (penolakan realitas) –ketika si individu mencoba menolak realitas yang mengganggu dengan penolakan mengakuinya.
Narasi:  Aku ingin merobek wajahnya. Ada iblis di balik wajah tampannya. Aku benci Tora! Sialnya dia pacarku! Celakanya aku nggak bisa pergi dari dia!
Dialog: “Bukannya nggak rela, ini nggak fair buat Tara! It’s mine!”
“Cuma mobil!” sahut Tora sengit.
“Kalau cuma mobil, mengapa kamu yang atur-atur? Mengapa nggak suruh bokap Tora saja belikan Tora mobil baru? Bokap Tora kan tajir?”

Pekara mobil membuat Tara dan Tora berdebat hebat hingga berlanjut menjadi pertengkaran. Mereka saling merasa bahwa mereka yang lebih berkontribusi dalam hubungannya. Hingga akhirnya Tora mengeluarkan kalimat yang menjadi kunci kelemahan Tara, “Kalau kayak begini, bagaimana kita bisa awet sampai nanti-nanti?”
Narasi: Tidak! Not that words again! Damn you Tora! DAMN! ... Kata-kata itu terasa menghajar tubuhku dan terlempar ke jurang yang sangat dalam. Langitku sobek. Sekelilingku berputar menjadi gasing, dan aku berada di titik kedalaman yang tak berujung. Gelap, gelap dan menyakitkan. Tidak, jangan menakut-nakuti aku. Jangan menekanku lagi, please. (hlm 47)
Aku terduduk lemas. Air mataku tertahan di pelupuk mata. Peluh bercucuran, dan aku terbungkuk menahan beratnya hatiku yang terasa berdarah. Oh, my God... oh my! Tora, lebih baik kau bunuh saja aku. Rasanya tidak semenyakitkan sekarang. (hlm 47-48)

Tara semakin terguncang saat mengetahui Tora berselingkuh dengan seorang perempuan bernama Lully. Tara mengetahui hal itu karena ia menemukan sebuah amplop bertuliskan “Lully” yang berisi foto seorang perempuan. Seketika Tara lemas.
Narasi:  Iseng kubuka amplop, isinya membuat hatiku hancur berkeping-keping...
Aku terduduk lemas di lantai. Air mataku hampir mengering, benciku menjalar ke seluruh pembuluh darah...
Aku memegang dadaku yang terasa sesak. Hatiku sudah berkeping-keping dari dulu. Dia menghancurkan segala rasa percaya diri dan sifat baikku. (hlm 51)
Aku merangkak  menggapai buku telepon. Jantungku rasanya dicabut paksa. (hlm 52)

Mirisnya Tora selingkuh bermodalkan mobil yang dipinjamnya dari Tara. Suatu pagi Tora datang ke kosan Tara untuk meminjam mobil. Tora mengaku dirinya sedang kurang enak badan dan tidak mungkin berangkat ke kantor menggunakan kendaraan umum. Dengan terpaksa Tara meminjamkan. Namun saat Tara berangkat ke kampus ditemani Junot, Tara melihat mobilnya terparkir di halaman rumah Tora. Tara amat yakin Tora sedang melakukan sesuatu berdua dengan Lully di dalam rumahnya. Tara dapat menebak hal itu karena saat meminjam mobil, Tora juga meminta kunci rumahnya yang selama ini Tara pegang. Hal itu dilakukan Tora agar Tara tidak dapat memergokinya. Bayang-bayang Tora bermesraan dengan Lully membuat Tara seketika histeris.
Narasi: Aku mulai histeris. Tubuhku gemetar. Marah dan terluka. Kekuatanku belum pulih, tetapi emosi adalah kekuatan dahsyat yang dapat membuatku menemukan kekuatanku. (hlm 61)
Dialog:  “Lewati rumah Tora, Ju. Please!” Junot menatapku tak kuasa. Aku histeris. “TARA HARUS SELESAIKAN INI SEMUA! ENOUGH! TARA NGGAK KUAT LAGI!” (hlm 61)
Narasi:  Aku terpaku dengan lautan emosi yang menggelegak. Perlahan rasa sakit itu mengoyak kekuatanku.
Aku gemetar seperti orang sakau. Tangisku tumpah. Apa pun bentuknya, pengkhianatan selalu menyakitkan. (hlm 62)
Dialog: “Sakit, Ju! Sakit, sakit, sakit, sakiitt!”, “Mana silet?” (hlm 63)
Narasi: Rasanya aku pernah merasakan rasa sakit yang sama. Lagi-lagi aku terperosok di jurang tak berdasar hingga langit yang sobek hilang dari pandangan mata.

Tekanan yang bertubi-tubi Tora lakukan kepada Tara ternyata membuat Tara sering gelap mata. Berulang kali Tara menyatakan bahwa ia ingin mati saja. Hal itu ternyata bukanlah ucapan belaka. Tara merealisasikan hal itu dengan seringnya menggores pergelangan tangannya dengan silet.
Dialog: “Mana silet?” (hlm 63)
Narasi: Junot memandangku, kemudian beralih pada pergelangan tanganku yang penuh bekas sayatan silet. Hasil perbuatan menyakiti diri sendiri karena hati tak lagi mampu menanggung rasa sakit. (hlm 63)

Hal terbesar yang Tora lakukan dan menjadi awal terguncangnya kejiwaan Tara, awal hancurnya hidup Tara adalah Tora memperkosa Tara di dalam rumahnya sebelum mereka resmi menjadi sepasang kekasih.
Tora yang notabenenya masih belum memiliki status apapun dengan Tara sudah mulai posesif dengan tidak mengizinkan Tara dekat dengan Junot. Saat megetahui Tara dekat dengan Junot, Tora memaksa untuk menjemput Tara sepulang kuliah. Mereka berdebat di dalam mobil hingga akhirnya Tora membelokkan mobil ke dalam rumahnya. Tara dibawanya masuk ke dalam kamar dan diperkosa. Itulah sebabnya Tara tidak bisa pergi dari Tora. Tora mengikatnya dengan mengambil keperawanan milik Tara dan berjanji akan bertanggung jawab. Ia juga mendoktrin Tara bahwa tidak ada lelaki lain selain Tora yang menginginkan Tara apabila rahasia keperawanannya diketahui orang lain. Maka dari itu Tara merasa amat hancur saat mengetahui Tora selingkuh. Ia menjadi tidak yakin Tora akan bertanggung jawab.
Narasi: Aku meringkuk di sudut ranjang hingga tidak mampu menangis lagi.
Aku kehilangan segalanya. Hal yang tertinggal hanyalah ketakutan ditinggal Tora, ketakutan meninggalkan Tora, ketakutan memulai sesuatu yang baru, ketakutan, ketakutan, dan ketakutan!
Tekanan-tekanan dari Tora membuatku gila. (hlm 118)
Semakin aku melakukannya, semakin aku benci kepada diriku sendiri. Semakin berharap Tora menghargai pengorbananku, semakin dia melecehkan aku. (hlm 119)

Perkosaan yang Tora lakukan terhadap Tara membuat Tara terpaksa menjauh dari Junot. Ia merasa hina dan tak pantas untuk Junot. Tetapi Tara tak berhasil lama-lama menahan diri untuk tidak kembali pada Junot. Ia membutuhkan Junot.
Narasi: Setiap melihatnya, aku benci. Terkadang aku mencoba belajar menerima kenyataan, tetapi setiap ingat apa yang dia lakukan kepadaku, apa yang membuatku kehilangan Junot –aku tidak akan memaafkannya.

Tora benar-benar membuat kejiwaan Tara terguncang. Tara berubah. Tara bukanlah sosok gadis yang periang dan penuh harapan seperti sebelumnya. Ia menjadi benci dengan dirinya sendiri terlebih kepada Tora.
Dialog: “Mama tahu, Tara... Mama tahu anak mama. Kamu dulu tidak seperti ini. Sejak kamu pulang, kamu banyak berubah. Mama hampir tidak kenal apakah ini Tara yang dulu begitu manis, riang, manja dan.. penuh kasih sayang...” (hlm 65)
Narasi: Kamar minimalis Tara berantakan dan miskin cermin. Tara benci cermin. Setiap pantulan cermin hanya akan mengingatkan betapa hina dirinya. (hlm 67)
Aku berada di posisi paling parah sepanjang hidupku. Kehilangan jati diri, miskin semangat, dan ada di ujung tanduk kelulusanku. Semua itu membuatku stres dan sakit. Ya, aku sakit hati, mungkin juga sakit jiwa. (hlm 121)
Aku merasa hidupku tinggal serpihan dan tidak ada lagi yang dapat aku banggakan. (hlm 122)
Ingin mati rasanya, tetapi bagaimana orang tuaku? Bagaimana Junot? Sungguh, aku adalah manusia tanpa harapan. (hlm 189)
Pascakejadian Tara melihat mobilnya yang dipinjam Tora terparkir di rumah Tora saat jam kerja, Tara bertekad untuk memutuskan hubungannya dengan Tora. Ia meminta mobil dan uang tabungannya dikembalikan. Tara amat membenci Tora hingga rela meminum obat KB meski sudah putus dengan Tora. Tara tidak sudi mengandung benih dari Tora.
Narasi: Aku dihantui perasaan takut hamil. Walau sudah putus dari Tora, aku tetap menelan obat KB, rajin mengonsumsi obat datang bulan, rutin makan tapai, nanas, dan jamu-jamuan untuk merontokkan semua yang ada di dalam rahimku tanpa peduli benih itu ada atau tidak. Aku tidak sudi mengandung benih Tora. (hlm134)

Setelah hubungan Tara dan Tora berakhir, Tara yang masih belum bisa melupakan kejadian “siang jahanam” dan terus tertekan karena hal itu mencoba mengurangi tekanan batinnya dengan konsultasi ke psikiater.
Narasi: Aku konseling dan gonta-ganti psikologi dan psikiater, tetapi itu tidak membantu. Aku bahkan sempat ketergantungan obat penenang. Aku masuk forum-forum diskusi, curhat asmara, konsultasi dan bersahabat dengan “korban-korban atas nama cinta lainnya,” tetapi itu tidak juga banyak membantu. Aku rajin menelpon nomor-nomor konsultasi, yang sering aku lihat di televisi. (hlm 188)

            Tara menjadi sering menggambar makhluk-makhluk seram seperti malaikat pencabut nyawa sebagai cerminan perasaan dendam Tara terhadap Tora. Tara yang manis berubah menjadi sadis.
            Narasi: “Aku terus menggambar. Gambar Dewi Bertanduk membawa pedang, Dewi Perang, atau Malaikat Pencabut Nyawa dengan tombaknya yang mengerikan. Raut wajah pada gambar-gambar itu menceritakan segalanya. Kebencianku. Beberapa di antaranya bertaring, berekor, dan bersirip pedang. Semuanya penuh kebencian. (hlm 192)

            Tara juga berubah menjadi amat sensitif. Ia mudah tersinggung dan marah akibat tekanan batin yang ia rasakan.
            Dialog: “Tara, Mama hanya tanya. Mengapa kamu belakangan ini begitu senditif?”
“Tara? Sensitif? So what?” (hlm 193)

Tara menyimpan dendam yang amat dalam kepada Tora atas segala sesuatu yang telah Tora lakukan terhadap Tara. Hingga terbesit di benak Tara bahwa ia akan menghancurkan Tora. Membunuh Tora.
Dialog: “Aku akan menghancurkannya! Demi Tuhan, aku akan membunuhnya suatu hari nanti!” (hlm 191)

Kejiwaan Tara Saat Bersama Junot
Kejiwaan Tara tertekan hanya saat ia bersama dengan Tora. Kedekatannya dengan Junot malah memberi warna terang pada dunia Tara. Sebagian besar bab pada novel ini, kisah Tara dan Junot adalah cerita yang manis. Junot lah yang selalu membantu Tara, memberikan ketenangan kepada Tara.
Saat awal bertemu, Tara heran mengapa teman-temannya begitu menggilai Junot. Tara tidak begitu tertarik pada Junot meski ia sendiri mengakui bahwa Junot memiliki wajah yang sama sekali tidak bisa dibilang jelek. Namun perlahan semua anggapan itu berubah. Tara mulai dekat dengan Junot. Tara menyukai Junot.
            Awal kedekatan mereka membuat Tara salah tingkah dan terus mengingat Junot.
            Narasi: Aku mendengar getaran dalam suaranya. Apakah memang suaranya bergetar begitu? Otakku seketika buntu.
            Aku mencium harum parfumnya yang lembut tanpa berani mendongak.
            Senyumnya manis. Aku mendongak, dan segera tertunduk lagi. Aku pura-pura serius untuk mengurangi salah tingkahku. (hlm 88)
Aku mendongak, dan mata kami beradu. Oh, my... mata Junot cokelat bening, alisnya tebal teratur dengan hidung bangir  yang mancung. Gosh! mengapa aku baru  sadar dia tampan? (hlm 89)
            Wajahnya masih terpatri di pelupuk mata.
            Kejadian tadi siang mengganggu konsentrasiku seharian. (hlm 90)
           
            Lama kelamaan Tara mencintai Junot. Hal itu berawal dari kecintaannya pada sketsa yang Junot buat, yakni sketsa wajah tara dengan tubuh seorang peri sedang duduk di tepi sungai sambil menggenggam kuntum-kuntum daisy.
            Narasi:  Aku jatuh cinta pada sketsa Junot. Sketsa itu bikin aku jatuh cinta pada pelukisnya! (hlm 95)
           
            Segala sesuatu mengenai Junot selalu berhasil membuat dada Tara bergetar. Hari-hari Tara menjadi amat manis semenjak ia dekat dengan Junot.
            Narasi: Aku terduduk dan mendengar dentuman degup dadaku. (hlm 95)
            Dadaku berdegup begitu keras. Ingin rasanya kembali berlari ke kampus dan menikmati apa yang baru saja terjadi hari ini. (hlm 96)
            Degup hatiku tak beraturan, suaraku terdengar mengeluarkan sengau yang aneh, napas lebih pendek, bibir terasa lebih kering... tetapi perasaan ini begitu nyaman. Getar ini tak pernah kurasakan kala bersama Tora. (hlm 102)
            Dialog: “Junot, aku senang banget hari ini... kayaknya... um, kayaknya aku hanya bisa menggambar kamu saja.” (hlm 102)
            Narasi:  Aku melihat bening matanya berkilau di sela-sela sinar matahati yang menerobos masuk lewat jendela samping perpustakaan. Otakku semakin kacau. Aku menarik napas panjang. (hlm 102)
            Jari-jari Junot menari di atas keyboard.           Melihat Junot bergumul dengan dengan komputer, seperti melihat Junot yang lain. Junot, dapatkah kamu berhenti menebar pesonamu? Pesonamu membuatku buta. (hlm 103)

            Setelah putus dari Tora, Tara dan Junot semakin dekat. Mereka sama-sama mencintai. Junot membantu Tara menyelesaikan tugas akhirnya. Sedikit demi sedikit  Tara mulai bangkit menata hidupnya menjadi lebih baik.
Narasi: Junot memelukku dengan hati menggelora, entah marah atau kecewa. Lalu, aku merasakan kecupan lembut di keningku. Kecupan itu lama dan hangat. Setelah itu, kami terdiam dalam kesunyian. Hatiku bergejolak. Apa yang Junot lakukan terhadapku? A silent kiss!
Ini bukanlah ciuman pertamaku tapi ciuman ini membuatku melayang. (hlm 147)
Kejiwaan Tara Saat Bersama Alexander
Alexander adalah anak dari mitra kerja orang tua Tara. Ia kuliah di jurusan psikologi. Sempat menjadi psikolog namun kemudian memilih menjadi pebisnis meneruskan usaha orang tuanya.
Saat perusahaan orang tua Tara terancam bangkrut, keluarga Alexanderlah yang membantu. Papa Tara diopname karena stress menghadapi kebangkrutan perusahaannya. Tara yang baru saja lulus sidang baru diberitahu berita duka keluarganya itu. Tara segera pulang menemui keluarganya dan meninggalkan Junot tanpa memberikan penjelasan apapun.
            Saat Tara pergi untuk menemui orang tuanya, terjadilah pertengkaran antara Junot dan Tora di kampus. Junot naik pitam saat tidak sengaja mengetahui Tora telah manghancurkan hidup Tara.
Pertengkaran mereka menjadi malapetaka pula bagi mereka berdua. Tora dan Junot saling baku hantam di pinggir jalan hingga mereka tertabrak sebuah mobil yang tengah melaju cepat. Kecelakaan itu menyebabkan Tora pincang dan Junot lupa ingatan.
Saat Junot lupa ingatan, Muli – sahabat Tara yang sedari awal menyukai Junot –  membantu ibu Junot merawat Junot. Di hadapan Junot yang belum dapat mengingat apa pun, Muli mengaku sebagai perempuan yang selama ini Junot cintai. Saat dihubungi Tara, Muli memberi tahu Tara bahwa Junot pergi ke luar negeri dan sudah menemukan orang yang Junot cintai. Hal ini membuat jiwa Tara kembali tertekan. Namun di saat Tara dalam kondisi tertekan, Alexander selalu ada untuk Tara. Awalnya Tara tidak menyukai Alexander, tetapi perlahan Alex dapat meluluhkan hati Tara.
  Narasi:  Semakin sering Alex datang, semakin aku tak mengacuhkannya. Aku membiarkannya nonton televisi sendirian atau ngobrol dengan Papa-Mama. (hlm 201)
                 Sejauh aku mengenal Alexander, dia lebih banyak membuatku jengkel daripada terpesona. Meurutku, dia penuh rahasia. Sok kalem dan tipe mata-mata. (hlm 203)
                 Alexander mulai menjadi seseorang yang menyenangkan dan penuh kejutan. Dia dapat mengimbangi hobiku dan berusaha mempelajari hal yang menarik minatku. Perlahan-lahan Alex mengembalikan hidupku yang sebelumnya normal. (hlm 205)
                 Aku takut bertemu Alex. Aku takut dia akan mencuri hatiku. Aku takut dia akan menyingkirkan sosok Junot, walaupun mereka berbeda.
                 Genggaman tangan Alex membuatku bergetar. Dan aku benci, karena getarannya menyentuh relung hatiku yang kesepian. Aku harus membenci Alex atau dia akan merajai pikiranku dan membuat hari-hariku semakin sulit. (hlm 207)
            Malam itu, adalah pelukan pertama Alex untuknya. Sebuah pelukan yang awalnya terasa janggal, namun nyaman pada akhirnya. (hlm 33)

            Tak disangka-sangka ternyata Alex mengetahui semua rahasia Tara. Ia tahu bagaimana hancurnya hidup Tara selama bersama dengan Tora. Ia tahu bagaimana Tara amat mencintai Junot. Alex mengetahui semua itu dari akun e-mail Tara. Tara selalu menceritakan keluh kesah hari-harinya di dalam e-mail yang ia kirim untuk dirinya sendiri. From Tara – to Tara. Alexander membaca curhatan Tara itu saat Tara lupa me-logout e-mailnya dari laptop yang sedang menyala di rumah Tara. Alexander yang notabenenya lulusan jurusan psikologi, ingin membantu Tara keluar dalam guncangan jiwanya. Alex mengunci Tara dan dirinya di dalam kamar Tara. Alex sengaja membangunkan ingatan Tara akan kejadian “siang jahanan” yang dilakukan Tora, agar Tara mengeluarkan segala yang ia pendam dalam dirinya. Kemudian Alex menenangkan Tara dan membantu Tara menuju kepulihan.
            Narasi: Tiba-tiba Alex memelukku dari belakang. Pelukannya begitu erat mencengkram tubuhku yang gemetar. Seketika aku ingat siang jahanam itu, kala Tora menyergapku dari belakang. Aku histeris dan melawan. Tanganku memukul, mencakar, dan menendang ke segala arah. Alex menahan amukan tubuhku. Air mataku meledak. Semakin kuat aku melawan, semakin erat Alex mencengkram pelukannya. Tanganku memukul ke segala arah, memukul diriku dan Alex, mencakar tubuhnya, menarik kemejanya hingga sobek, dan akhirnya tenagaku habis. Aku tegeletak lemas di lantai dengan mata melotot. Kilasan demi kilasan siang jahanam itu berputar di mataku.
            Dialog: “Kamu telah melewatinya kenangan itu memang sangat buruk tapi kamu telah melewatinya. Tidak akan yang akan menyakitimu lagi. Kamu akan terus hidup, merdeka dan bahagia. Kamu bisa, Tara! Kamu bisa...”
            “Bayangkan hari depanmu. Ada hari yang indah di sana, menunggumu. Kamulah yang menentukan masa depanmu, Tara! Dimulai dari hari ini. Bangkit dan tersenyumlah! Kamu tidak sendirian! Kamu dikelilingi orang-orang yang mencintaimu. Kami semua ada di dekatmu, mendukungmu. Kita akan menghadapinya bersama.”

            Usaha Alex tidak sia-sia. Tara pulih sedikit demi sedikit. Bahkan Tara menjadi nyaman berada di dekat Alex.
            Narasi: Sejak hari itu, Alex selalu bersamaku. Dia meredam neraka di dalam hatiku, mematri senyum di bibirku, dan membuatku berani memandang pantulan cerminku sendiri. Selama setengah tahun, hubunganku dengan Alex berjalan manis.

Kenyataan yang Membuat Kejiwaan Tara Kembali Terguncang
            Berkat Alex, Tara kembali menjalani hidup dengan normal. Ia berhasil sejenak melupakan masa lalunya. Setelah beberapa lama hidup cukup tenang, kejiwaan Tara kembali terusik semenjak ia bertemu dengan Muli dan Junot di sebuah departemen store. Muli dan Junot bergandengan berjalan menuju ke arahnya. Seketika Muli kaget saat mendapati Tara sedang menatap ke arahnya dan Junot. Junot pun melihat Tara. Namun ada yang berbeda dari pandangannya. Pandangan itu begitu asing. Junot tidak mengenali Tara karena ingatannya telah hilang pascakecelakaan bersama Tora. Ternyata pada saat itu, Muli dan Junot sedang mencari barang untuk pesta pernikahan mereka. Mereka sudah bertunangan dan akan segera menikah.
            Setelah melihat Tara, Muli langsung menarik Junot menjauhi Tara. Junot merasa tidak asing denga wajah Tara hingga ia selalu bertanya kepada Muli, siapa perempuan yang ia lihat di departemen store. Muli yang takut Junot kembali direbut Tara segera menemui Tara dan memohon agar Tara tidak mengganggu hidup mereka. Muli tidak mau Junot ingat kalau orang yang dicintainya adalah Tara, bukan Muli. Muli juga menceritakan kepada Tara bahwa Junot hilang ingatan karena tertabrak mobil saat sedang berseteru dengan Tora. Mengetahui kenyataan bahwa Junot kehilangan ingatannya dah hal itu disebabkan oleh Tora, jiwa Tara kembali terguncang, kebencian Tara kepada Tora kembali meluap hingga ia merencanakan akan membunuh Tora.
            Narasi: Tara duduk di lantai kamar mandi, di bawah kucuran shower yang megguyur deras tubuhnya. Tubuhnya terasa lemas tak bertulang. Pengakuan Muli membuat dunia kembali runtuh di atas kepala Tara. Tora sudah menghancurkannya. Dia kehilangan orang yang paling dicintainya. Air mata Tara berlinang. Hatinya pecah bekeping-keping. Lengkap sudah dunia meninggalkannya hari ini. (hlm 159)
Dialog: “Aku akan menghancurkannya! Demi Tuhan, aku akan membunuhnya suatu hari nanti!” (hlm 191)

Pembunuhan Tora
            Tara tidak hanya sekedar bicara. Ia benar-benar berniat akan membunuh Tora. Ia mengintai kebiasaan Tora sepulang kerja. Tara berencana akan menghabisi nyawa Tora di basemant kantor Tora. Tara menyiapkan berbagai strategi. Bahkan Tara berlatih bela diri dan membentuk tubuhnya menjadi sedikit lebih berotot. Tara mengamati dan mencatat setiap kamera pengintai di dalam basemant. Tara mencari blind spot-blind spot yang dapat ia manfaatkan sebagai tempat ia membunuh Tora. Guncangan jiwa yang Tara rasakan amat berat hingga ia tidak lagi memiliki sedikitpun rasa iba kepada Tora.
            Narasi: Di pojok parkiran, Tara melongok dari dalam mobil. Dia memastikan seluruh ruangan kosong dan melirik jam tangannya. Gadis itu menatap stopwath dan mulai menghitung. (hlm 9)
            Dia mengenakan jaket panjang, celana, sarung tangan, dan sepatu kets serba hitam. Di tangannya tergenggam pemukul pendek berwarna senada yang disembunyikan di balik jaket. (hlm 10)
            Tara menunggu. Waktu berlalu lamban. Tara menghitung detik-detik hidup Tora yang menyedihkan, juga detik-detik ke depan yang akan menjadikannya seorang pembunuh, dan segala yang ditinggalkannya. (hlm 11)

            Alexander merasa aneh melihat kebiasaan Tara akhir-akhir ini. Tara banyak berlatih tinju dan bela diri. Tara juga rutin diam-diam pergi menyetir mobil sendiri di malam hari. Alex mulai curiga dengan hal-hal yang dilakukan Tara hingga akhirnya Alex diam-diam memasang pendeteksi lokasi di mobil Tara agar Alex dapat mengetahui keberadaan Tara. Alex tahu Tara sedang merencanakan hal jahat untuk Tora, namun Alex tidak tahu kapan Tara akan melakukannya. Saat Alex sadar bahwa hari itu adalah hari Tara akan mengeksekusi Tora, Alex segera menancap gas menuju basemant kantor Tora. Alex melihat Tara bersiap menghabisi nyawa Tora saat Tora mulai berjalan memasuki basemant. Alex tidak ingin Tara menjadi seorang pembunuh, akhirnya ia merelakan dirinya sendiri. Alex menancap gas dan menabrak tubuh Tora hingga ia terkapar bersimbah darah. Tara kaget, rencananya gagal. Tara segera lari begitu Alex menyuruhnya pergi dari basemant itu. Tora dilarikan ke rumah sakit, ia koma. Dan Alex ditetapkan sebagai tersangka tunggal karena tertangkap kamera pengintai. Hal ini membuat Tara gelisah, panik, kesal, takut, dan amat tertekan.  Tara juga merasa menjadi seorang pecundang. Tidak berani mengungkapkan hal yang sebenarnya dan mengorbankan Alex.
            Narasi:  Tara tampak gelisah . dari ketinggian lantai 27, dia hanya melihat mobil yang sekecil mainan anak-anak. Pikiran Tara kacau. Dia tidak dapat berpikir dengan benar karena dilanda kegelisahan yang amat sangat.
Dada Tara seketika sesak. Tara menggigil dan kembali merapatkan kardigan hitam di bahunya. (hlm 30)
Tara tidak mampu menjawab. Dia mematikan telepon, seolah sinyal buruk dan menggigil ketakutan. (hlm 31)
Tara menelan ludah. Selamat? Tidak, Tora tidak boleh selamat. Dia harus mati! Tara terdiam. Dia menggigit bibirnya sendiri. Tidak, kalau Tora mati... tamatlah riwayat Alex. Dia akan masuk penjara. Napas Tara sesak. Apa yang harus aku lakukan? (hlm 32)
Tara marah pada kepengecutan dirinya. (hlm 226)
Tara semakin merasa bersalah. Tiba-tiba Tara terasa tertusuk, rasanya begitu sakit. (hlm 33).
Apakah Tara yang merasakan panas sendiri? Hatinya merasa mendidih. Dia benci, tetapi entah membenci siapa. (hlm 223)
Kekalutannya berkumpul di otak Tara. Tara semakin membenci dirinya sendiri. Kamu memalukan, Tara! Kamu pengecut! Kamu bilang kamu siap menanggung semua risiko kalau Tora mati, tetapi lihatlah ini. Kamu bersembunyi seperti tikus! Memalukan! Hati kecilnya menyumpah. (hlm 225)

Tara kembali merencanakan aksi lain saat mendengar kabar bahwa Tora belum mati. Padahal ia tahu sendiri bahwa hidup atau matinya Tora menjadi penentu nasib Alex. Tara mendatangi kamar rawat Tora dan hendak menghabisi nyawa Tora dengan mencabut segala alat bantuan hidup Tora.
Narasi: Tara berderap di koridor rumah sakit. Kemarahan menggumpal di wajahnya. Tara marah pada kepengecutan dirinya. Sekarang, dia mencari kamar Tora. Pria itulah sumber semua masalah. Tora membuatnya sinting sehingga menyeret Alexander dalam kesulitan. Jika Tora tidak sebajingan itu, Tara tidak akan mengalami gangguan jiwa dan... (hlm 227)
Tara, lihat dia! Kamu bisa melakukan segala hal pada pasien koma di dalam sana. Toh hidup atau matinya sudah dipasrahkan. (hlm 227)
Jika Alexander tidak berhasil membunuhnya, aku  akan membunuhnya dengan tanganku sendiri. (hlm 227-228)
Tara takut, tetapi pikiran menahun bahwa suatu hari nanti dia akan membunuh Tora membuat refleks tangannya bergerak tanpa pikir.
Cabut kenop it, seperti kamu mencabut colokan laptop! Mudah, terlalu mudah!
Hati nuraninya berteriak. Dipenjara atau tidak sama saja. Selama ini aku hidup bebas, tetapi batinku terpenjara. Apa bedanya? Lebih baik sekalian dipenjara karena pembunuhan daripada dipenjara karena melakukan rencana pembunuhan. And I’m not a loser! Tangan Tara terulur meraih oksigen. Tiba-tiba... (hlm 229)

Yang Pernah Tara Lakukan Terhadap Tora
            Ada hal besar yang pernah Tara lakukan terhadap Tora. Tapi Tara tak pernah menyadari dan mengingat hal itu. Tara merasa dirinyalah yang paling dirugikan, paling tersiksa, paling tersakiti dalam hubungannya dengan Tora. Padahal Tara juga sering menyakiti Tora dengan menyerang Tora, dan hal itu tidak hanya Tara lakukan satu kali. Saat berada di kamar rawat Tora dan akan mencabut selang oksigen yang terhubung, Tara melihat tubuh Tora memiliki banyak luka. Luka tersebut adalah buah karya tangan Tara sendiri. Melihat itu, kilasan-kilasan kejadian suram bersama Tora kembali berputar di mata Tara.
            Narasi: Tubuh Tora penuh bekas luka tusukan. Dua tusukan di bahu, satu bekas jahitan di dekat dada Tora, dan ada sayatan memanjang di lengannya. Tara memandang jari-jarinya yang juga penuh bekas sayatan yang hampir hilang. Ingatan itu kembali menggempur otak Tara. Tara oleng.
Memori baru menggempur otak Tara, dan membuatnya pusing. Kilasan-kilasan masa lalu menyerbu otaknya, membuat pembuluh darahnya terasa pecah. Hari itu langit sudah terlanjur robek. (hlm 230)
Merasa marah dan tidak berdaya, membuat dendamnya semakin menggurita. Semakin lama ditekan, membuat Tara kalap. Perlawanan yang terlambat itu dimulai dengan barang-barang yang dilempar Tara ke Tora setiap mereka bertengkar, pukulan-pukulan tangan kosong di dada Tora hingga nekat menusuk tangan Tora dengan garpu ketika mereka makan malam. (hlm 231-231)
Dia pernah menusuk bahu Tora dengan bolpoin, menyerang Tora dengan cutter, menendang, melawan, dan balas memukuli, dan melempari Tora dengan segala benda yang ada di dekatnya untuk mengusir pria itu.
Tara hanya mengingat bagaimana Tora menyakiti, tetapi Tara tidak ingat bagaimana dia membalas perlakuan Tora. Tara hanya merasa dia membalas perlakuan Tora. Tara hanya merasa dia membela diri dengan melawan, bukan menyerang Tora. (hlm 232)
Tara sungguh kalap, seolah-olah itu adalah klimaks segalanya. Tara menendang selangkangan Tora. Saking kerasnya tendangan itu, Tora tersungkur tanpa mampu berdiri hingga seorang satpam datang dan memapahnya pulang. Kejadian itu membuat Tora impoten (hlm 233)

Tara Memaafkan Tora dan Dirinya Sendiri
            Tara bukanlah satu-satunya korban dalam hubungannya dengan Tora. Tora juga mengalami banyak serangan fisik yang dilakukan Tara. Tara baru menyadari hal itu. Keputusan Tora setelah terbangun dari koma juga sedikit meluluhkan hari Tara. Tora mencabut tuntutan terhadap Alexander. Alex meyakinkan Tara bahwa kejiwaan Tara akan segara pulih apabila Tara membuang segala dendam dalam dirinya. Tara harus memaafkan Tora dan dirinya sendiri. Setelah Tora dapat keluar dari rumah sakit, Alex menyiapkan pertemuan Tora dan Tara di sebuah executive lounge. Alex merasa mereka berdua harus lah saling bicara untuk saling berdamai dan mendamaikan hati masing-masing.
            Narasi: Tara pernah menyusun berbagai rencana jahat apabila dia bertemu Tora. Melemparnya dengan telur busuk, mengguyur dengan minuman, atau mendorongnya dari eskalator. Namun sekarang, bayangan Tora yang gagah dan angkuh begitu jauh dari kenyataan. (hlm 238)
Pemandangan itu membuat hatinya sakit. Kebencian demi kebencian luruh satu persatu. (hlm 239)
Apa pun yang pernah mereka lakukan adalah kesalahan berdua. Tara segera berbalik, dan pergi dari hadapan Tora dengan hati yang terasa lebih lapang. Ya, aku memaafkan Tora dan diriku sendiri! (hlm 240)

SIMPULAN
            Berpacaran dengan Tora yang posesif dan selalu mengandalkan membuat Tara amat tertekan. Pertengkaran dan perselisihan mendominasi hubungan mereka. Tekanan-tekanan dari Tora membuat jiwa tara terguncang. Jiwa Tara mulai berguncang hebat setelah Tora memperkosanya di rumah Tora.
 Hilangnya keperawanan Tara oleh Tora malah membuat Tara semakin terikat dengan Tora. Tora berjanji akan bertanggung jawab. Tora semakin semena-mena terhadap Tara hingga akhirnya Tara memendam perasaan amat benci pada Tora.
Tara dendam dan berencana akan membunuh Tora terlebih saat ia tahu Junot kehilangan ingatannya akibat berseteru dengan Tora. Tara kehilangan Junot, Alexander terancam dipenjara, dan Tora gagal mati membuat jiwa Tara semakin berguncang.
 Kebencian Tara akan Tora membutakan pikirannya. Tara tidak menyadari bahwa selama menjalin hubungan dengan Tora, Tora juga mendapat serangan-serangan dari Tara. Setelah mengingat apa yang telah Tara lakukan terhadap Tora, ada sedikit penyesalan dalam hati Tara.
 Tara yang ingin kejiwaannya kembali pulih haruslah membuang segala dendam yang ada di dalam hatinya. Tara mencoba memaafkan Tora dan dirinya sendiri. Dan hal itu berhasil. Kebencian demi kebencian luruh satu persatu. Batin Tara menjadi ringan setelah ia berdamai dengan dendamnya.

UCAPAN TERIMA KASIH
            Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Pengantar Teori Sastra. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr. Ade Husnul Mawadah, M. Hum. Selaku dosen Mata Kuliah Pengantar Teori Satra yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. Terima kasih pula kepada seluruh pihak yang telah membantu, terutama kepada kakak pembimbing penulis, Fathi Ridwan Hidayatullah hingga terselesaikannya penelitian ini.
             

DAFTAR PUSTAKA
Hardiwidjaja, Yennie. 2012. Daisyflo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Buku Obor.
Yusuf, Syamsu LN dan A.Juntika Nurihsan. 2013. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya.


Comments

Popular posts from this blog

Analisis Tokoh dan Penokohan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis

Ulasan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

Ulasan Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari