Ulasan Novel Saman Karya Ayu Utami
Saman, Bukan Roman Picisan
Novel
Saman karya Ayu Utami yang berisi 200 halaman dengan sudut pandang yang
berubah-ubah membuat saya sedikit bingung di awal-awal bab, namun lama kelamaan
saya dapat mengerti dan menikmati. Ayu menggambarkan suasana pertambangan
minyak di tengah laut dengan banyak menyebutkan istilah-istilah dan nama benda
yang pada awalnya tidak saya ketahui, karena ketidaktahuan itu membuat saya
sedikit kesulitan berimajinasi. Demi menebus kepenasaranan saya, saya mencari
tahu kata-kata yang tidak saya ketahui itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
Google.
Penantian
Laila atas kedatangan Sihar pada awal cerita membuat saya menebak bahwa pemeran
utama novel ini adalah mereka berdua. Sihar merupakan laki-laki beristri yang
mampu menarik perhatian Laila sejak pertemuan pertama mereka di rig. Ketidakpedulian Sihar
atas kedatangan Laila membuat Laila penasaran dan seakan langsung terpikat pada
lelaki yang tegas dalam mengambil setiap keputusannya itu.
Satu
bab menceritakan awal pertemuan Laila dan Sihar kemudian beranjak ke bab
selanjutnya dengan sudut pandang yang berbeda, yakni sudut pandang Athanasius
Wisanggeni, yang biasa disebut Wis, kemudian mengubah namanya menjadi Saman.
Saya hanyut dalam bab ini, hanyut dalam kejadian-kejadian misterius yang
menimpa keluarga Wis. Diceritakan bahwa Wis adalah seorang anak laki-laki dari
keluarga yang tinggal di Perabumulih. Ibu Wis yang sedang mengandung jabang bayi di dalam
rahimnya selama tujuh bulan, masuk ke dalam hutan di belakang rumahnya dan
kembali ke rumah dalam keadaan perut kempes. Bayi di dalam rahim ibu Wis
menghilang tanpa jejak, tanpa meninggalkan setetes darah pun. Saya mulai merasa
merinding saat diceritakan kejanggalan tingkah laku ibu Wis. Wis sering
mendengar ibunya bersenandung seperti sedang mengeloni seorang bayi, Wis juga sering mendengar tangis bayi dari
dalam kamar ibunya, padahal adiknya telah lenyap entah kemana.
Kejadian
itulah yang menjadi pengantar bagaimana akhirnya Wis mengubah namanya. Wis yang
telah dewasa dan telah meninggalkan rumah masa kecilnya merasa ada yang menarik
dirinya untuk kembali ke rumah itu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya
terjadi pada masa lalu. Di rumah itu Wis melihat sosok perempuan aneh yang pada
awalnya ia kira arwah adiknya yang dahulu lenyap. Setelah diselidiki ternyata
dia adalah seorang perempuan cacat, anak dan adik dari orang perkebunan di
daerah itu. Singkat cerita, keibaan Wis akan perempuan cacat fisik dan mental
yang bernama Upi itu membuat Wis terlibat dalam masalah yang dihadapi para
pekerja dan pemilik kebun karet daerah setempat. Wis yang pada saat itu telah
menjadi pastor dituduh sebagai provokator dan mengkristenisasikan penduduk
setempat hingga akhirnya Wis ditahan dan disiksa. Siksaan yang amat pedih itu
membuat Wis mengarang cerita bahwa ia adalah seorang komunis. Setelah kejadian
itu Wis mengubah namanya menjadi Saman.
Setelah
mengetahui bahwa judul novel ini adalah nama dari salah satu tokohnya, yaitu
nama samaran Wis, saya yang pada awalnya mengira novel ini akan mengisahkan
kehidupan dan asmara Laila dan Sihar, mengganti prediksi cerita dalam novel ini
menjadi kisah Laila dan Wis. Namun kenyataannya, kisah Wis dan Laila tidaklah
banyak diceritakan. Tidak pernah ada hubungan yang terjalin antara Wis dan
Laila selain hubungan antara seorang siswa SMP dan seorang mahasiswa yang
sedang bersosialisasi ke sekolah Laila. Laila mengagumi dan menyukai Wis, namun
apadaya, iman mereka berbeda.
Ayu
Utami berhasil mengecoh pembaca, berhasil membuat saya sedikit kesal karena
merasa dipermainkan dalam cerita ini. Dua tebakan saya benar-benar meleset.
Cerita ini pada novel ini sangatlah berbeda dengan cerita roman picisan yang
biasa ditampilkan di televisi, yang biasanya sudah dapat ditebak, siapa yang
akan menjadi pasangan siapa. Yang terjadi di akhir cerita adalah Wis atau Saman
malah menjadi dekat dan berhubungan seksual dengan teman Laila, yakni Yasmin,
dan pengharapan dan penantian Laila akan Sihar tak diceritakan lebih lanjut,
yang dapat disimpulkan bahwa Laila tak mendapatkan cinta dari Wis maupun Sihar.
Selain
menggunakan sudut pandang dari berbagai tokoh, novel ini juga menggunakan alur
maju mundur yang membuat pembaca harus fokus dan memerhatikan keterangan nama,
tempat, dan tahun yang dijelaskan di setiap awal bab. Ayu Utami juga cukup
banyak menggunakan diksi yang tinggi,
yang kurang saya mengerti, yang harus saya baca berulang kali barulah saya
dapat mengerti. Tidak hanya diksi, istilah-istilah dalam agama Katolik yang
tidak saya mengerti pun menjadi masalah saya saat membaca novel ini. Saya harus
bertanya atau mencari tahu di internet terlebih dahulu agar dapat mengerti apa
yang dimaksud oleh penulis.
Ayu Utami sangat berani dalam
mendeskripsikan adegan-adegan dalam novel ini. Adegan seksual ia kemukakan dengan
sangat terbuka. Hal itu membuat saya sedikit merasa risih karena jarang membaca
novel yang begitu blak-blakan.
Seperti yang digambarkan pada bab terakhir, Yasmin yang berselingkuh dengan Wis,
saling bertukar kabar melalui surat elektronik. Mereka saling menggoda dan
saling merangsang satu sama lain hingga akhrinya mereka orgasme meski hanya
dirangsang melalui kata-kata. Percakapan seksual itu dikemas dengan
cerita-cerita kenabian. Di awal
cerita juga digambarkan bagaimana Sihar dan Laila bercumbu. Bahkan Ayu Utami
berani dengan gamblang menyebutkan kelamin laki-laki.
Novel ini seakan menceritakan
kejadian-kejadian yang biasa terjadi di kenyataan, seperti bagaimana seorang
perempuan mencoba mempertahankan keperawanannya seperti yang dilakukan oleh
Laila, perselingkuhan seperti yang dilakukan Sihar dan Yasmin, bahkan pergaulan
bebas anak di bawah umur seperti yang dialami oleh Cok, teman Laila yang telah
kehilangan keperawanannya sejak masih duduk di bangku SMP.
Kisah cinta, keluarga, persahabatan,
pekerjaan, keagamaan, kejahatan, dan kemistisan tertuang dalam novel ini.
Banyak amanat yang dapat dipetik dari cerita tokoh-tokoh dalam novel Saman ini,
misalnya tentang kesetiaan, ketulusan
berbagi, dan tekad yang kuat. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah
karma yang diterima oleh tokoh Laila yang berusaha merebut suami milik orang
lain, namun akhirnya cinta pertama Laila direbut pula oleh sahabatnya sendiri,
hingga pada akhir cerita Laila tak mendapatkan baik Sihar maupun Wis.
Comments
Post a Comment