Ulasan Cerpen Menunggu Kematian Iblis Karya Seno Gumira Ajidarma

MEMECAH TEKA-TEKI METAFORA PAMAN GOBER

Cerpen Kematian Paman Gober Karya Seno Gumira Ajidarma menurut saya adalah sebuah cerpen Metafora. Cerpen yang menceritakan kehidupan di Kota Bebek ini saya tafsirkan adalah metafor dari kehidupan di negara kita, Indonesia. Bahkan tokoh-tokoh yang dibangun oleh Seno Gumira menjadi cermin tokoh-tokoh Indonesia. Tokoh utama cerpen ini mengarah pada mantan seorang pemimpin Indonesia dan tokoh-tokoh lainnya mencerminkan rakyat-rakyat Indonesia.
            Saya menganggap cerpen  ini adalah cerpen terliar yang pernah saya baca. Tokoh kartun yang tergabung dalam rumah produksi film Walt Disney, seekor bebek kaya raya dan menggemaskan yang mulai saya kenal sejak membaca majalah Bobo pada usia kanak-kanak, karakternya diubah oleh Seno Gumira menjadi ‘sosok’ bebek yang kematiannya sangat dinanti-nantikan.
            Sependapat dengan Pak Firman, saat membaca cerpen ini saya merasa banyak teka-teki yang harus saya pecahkan. Sedikit-sedikit dengan bayangan yang kabur-kabur saya mencoba menebak dan memecahkan teka-teki tersebut. Pada mulanya saya bingung, mengapa pada cerpen ini dijelaskan bahwa sebenarnya Paman Gober tidak dibenci akan tetapi kematiannya sangat dinantikan. Setelah membaca hingga akhir dan mencoba menganalisis setiap ungkapannya, dibantu dengan pengetahuan sejarah saya yang amat minim, akhirnya saya mengerti bahwa cerpen ini benar-benar mengarah pada satu tokoh besar Indonesia,  yaitu Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia yang memiliki masa jabatan terlama, yakni 23 tahun. Berikut adalah analisis saya terhadap cerpen Kematian Paman Gober mengapa saya berani menyebut bahwa Paman Bebek adalah metafora dari Soeharto.
            Paman Gober yang menjabat sebagai ketua perkumpulan unggas kaya di Kota Bebek selama bertahun-tahun dan dianggap tak pernah tergantikan itu sedikit memberi pencerahan kepada saya, saya mulai menerka-nerka bahwa tokoh Paman Gober adalah cerminan pemimpin Indonesia yang masa jabatannya paling lama, yaitu Soeharto. Paman Gober yang merasa tidak ada bebek lain yang mampu menjabat sebagai ketua membuat Paman Gober dengan cogkaknya empertahankan posisinya. Seperti yang dijelaskan di dalam cerpen, hari-hari berlalu tanpa pergantian pemimpin. Hal ini sama seperti yang terjadi di Indonesia.
            Hal yang paling mencolok dan membantu saya dalam memecahkan teka-teki ini adalah percakapan antara Donald dengan Paman Gober.
Donald                        : “Apakah saya tidak punya hak bicara?”
Paman Gober  : “Bisa, tapi jangan meleter, nanti kamu saya sembelih.”
Meskipun pengetahuan sejarah saya tidak banyak, saya pernah mendengar pada zaman pemerintahan Soeharto, orang-orang yang ‘angkat bicara’, orang-orang yang memiliki pemikiran berbeda darinya dianggap sebagai pemberontak. Mereka yang dianggap pemberontak akan diculik, dibunuh, dan dibuang. Lebih sadis dari itu, banyak pula yang ditembak langsung. Kata “sembelih” pada ucapan Paman Gober menjadi kata kunci yang menghubungkan antara sikap Paman Gober dengan Soeharto.
             Tokoh Mimi Hitam dalam cerpen ini menerangkan bahwa meskipun Paman Gober sangat dinantikan kematiannya, tetapi ia tidak dibenci, bahkan ia dicintai. Hal ini membuat saya bingung. Saya tidak pernah menjumpai seseorang yang mencintai orang lain tetapi malah menantikan kematian orang yang dia cintai itu. Setelah beberapa kali membaca cerpen ini, saya mengerti bahwa Paman Gober tidak dicintai, ia hanya disegani. Seperti yang telah saya jelaskan di atas, Paman Gober tidak segan untuk menyembelih leher warga Kota Bebek apabila berbicara yang dia anggap meleter. Ia tidak segan menghukum siapa saja yang berani menentang,  Maka warga Kota Bebek hanya dapat berlaku seakan mereka mencintai Paman Gober demi keselamatan hidupnya. Sedangkan kebencian mereka tersirat dari harapan mereka akan kematian Paman Gober, tersirat pula dari kegiatan mereka setiap pagi melihat koran hanya untuk membaca berita tentang kematian Paman Gober.
            Pada cerpen ini pula Paman Gober digambarkan sangat pelit, bahkan kepada saudaranya, yaitu Kwak, Kwik, dan Kwek. Hal ini mencerminkan Soeharto yang pada beberapa tahun silam menjadi penguasa Indonesia, menjadi penguasa negara yang amat kaya, tetapi kekayaan itu seakan hanya untuknya, rakyat tidak mendapatkan kekayaan negaranya sendiri. Kota Bebek saya sadari adalah cerminan Indonesia di tahun kepemimpinan Soeharto, yang kritis dibungkam, yang pintar diperas otaknya. Semua orang diam menunggu pertolongan dari Tuhan.  

Saya membaca cerpen ini di sebuah blog, dan cerpen ini diposting pada tahun 2007. Kolom komentar blog ini hampir semuanya sama dengan harapan warga Kota Bebek. Komentator menantikan kematian Paman Gober-nya Indonesia. Kolom komentar kembali ramai pada Januari 2008, bertepatan dengan bulan dan tahun kematian Soeharto. Komentator bersorak kegirangan. Komentar-komentar mereka seakan adalah lanjutan dari cerpen ini. Benar-benar dapat dikatakan, bahwa warga Kota Bebek adalah warga Indonesia.
            Sekali lagi saya ungkapkan bahwa saya merasa ini adalah cerpen terliar yang pernah saya baca, cerpen terbaik, cerpen yang membuat saya menerka-nerka suatu zaman yang mana tidak pernah saya rasakan langsung. Meski bermakna tinggi, cerpen ini sangat ringan untuk dibaca. Saya tidak bosen membaca cerpen ini berkali-kali, bahkan tertarik untuk mencari tahu lebih dalam lagi kemiripan antara Paman Gober Kota Bebek dengan Paman Gober Indonesia.

            

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Tokoh dan Penokohan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis

Ulasan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

Ulasan Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari