Ulasan Novel Pada Sebuah Kapal Karya NH. Dini

Dua hari lamanya saya menghabiskan waktu di dalam kamar kos untuk membaca novel Pada Sebuah Kapal karya NH. Dini. Seperti biasanya, seperti yang dilakukan mahasiswa pada umumnya, saya mengerjakan tugas Mata Kuliah Apresiasi Prosa Fiksi ini di penghujung pekan, tepat satu hari sebelum waktunya dikumpulkan. Menghabiskan waktu selama dua hari untuk membaca novel setebal 350 halaman merupakan rekor baru bagi saya yang masih dapat dikatakan sebagai ‘pembaca pemula’. Keterbatasan waktu dan hasrat ingin tidur yang berkali-kali datang saat sedang membaca tidak menghalangi saya dalam menikmati setiap cerita dalam novel ini.
Pada Sebuah Kapal dilahirkan NH. Dini pada tahun 1985. Novel ini telah ada jauh sebelum saya dilahirkan, dan apa-apa yang terjadi di dalam novel ini bernuansakan pada zaman dan tempat yang belum pernah saya rasakan juga. Tema utama yang diangkat dalam novel ini adalah percintaan. Tokoh utamanya bernama Sri, seorang perempuan kelahiran tanah Jawa. Apa-apa yang ada pada diri Sri dan kejadian-kejadian yang Sri lakukan ataupun yang menimpahnya dapat dipandang sebagai nilai-nilai dan pembelajaran. Setelah sedikit mencari tahu mengenai novel ini, saya mengetahui bahwa ternyata ‘Sri’ diambil dari nama pengarangnya, yaitu Nurhayati Sri Hardini Siti Nukanti. Sri dan NH. Dini juga memiliki kemiripan, yakni sama-sama seorang penari dan penyiar radio.
Berkali-kali Sri diceritakan memiliki penampilan fisik yang cendrung biasa-biasa saja. Kulitanya berwarna merah tembaga, matanya cukup lebar, dan hidungnya tidak terlalu mancung. Meski memiliki penampilan fisik yang biasa-biasa saja, Sri menjadi rebutan dan dicintai banyak lelaki. Sedangkan semua lelaki yang menaruh perasaan terhadap Sri itu memiliki penampilan fisik yang sangat baik. Mereka tampan dan mapan. Ternyata tidak semua lelaki hanya memandang perempuan dari segi fisiknya saja. Seperti pada kasus Sri ini, Sri begitu dicintai karena memiliki perangai dan etitut yang sangat baik. Saputro, Carl, Charles, Michel, dan beberapa orang yang bertemu dengan Sri di dalam kapal tertarik padanya karena melihat perangai Sri yang anggun, dan beberapa di antaranya jatuh cinta pada kemampuan Sri dalam menari. Keanggunan Sri dalam melakukan segala hal membuat Sri dipandang sebagai perempuan yang bermartabat, yang tidak dapat ditaklukan dengan mudahnya oleh para lelaki. Pandangan itu pula yang membuat lelaki menjadi segan kepada Sri. Seperti yang terjadi di dalam Kapal, Sri menjadi objek yang paling disukai tamu dan perwira kapal, tetapi mereka semua berhati-hati dalam usahanya menarik perhatian Sri.
  Saya sangat menyukai cara penulis menggambarkan perasaan-perasaan sayang dan hal-hal yang dilakukan para tokohnya dalam mengimplementasikan rasa sayang mereka, terlebih pada apa yang dilakukan Sri dengan Saputro. Mereka begitu manis juga menggambarkan perasaan dan hal yang dilakukan pasangan-pasangan baru pada umumnya di kenyataan. Tetapi cerita novel ini akan hambar dan tidak memiliki ombak pasang surut kalau saja Sri tetap bersama dengan Saputro hingga akhir cerita. Meski kaget dan kecewa karena tokoh Saputra dibuat gugur dalam tugas penerbangan, pada akhirnya saya dapat menerima dan menyadari bahwa cerita menjadi lebih menarik setelah Sri tercebur dalam perkawinan yang tidak membahagiakannya bersama Charles.
Sisi feminisme mulai muncul setelah diceritakan bahwa Sri memilih untuk ‘menikah campur’ dengan Charles. Lelaki berpengetahuan luas yang Sri anggap dapat menggantikan posisi Saputro setelah perkawinan mereka itu ternyata adalah sumber dari segala tekanan batin yang dirasakan Sri. Charles tidak memiliki kelembutan dan kepekaan terhadap apa yang diinginkan Sri. Ketidaknyamanan yang dirasakan Sri selama hampir empat tahun berumah tangga dengan Charles dan bertemunya Sri dengan Michel di dalam kapallah yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan. Sri yang sejak awal pernikahannya selalu mengalah dan bersabar atas apa yang dilakukan Charles kepadanya, akhirnya melakukan pemberontakan. Ia berselingkuh dengan Michel, yaitu seorang komandan perwira kapal yang ditumpangi Sri. Ia adalah seorang suami dari perempuan bernama Nicole dan ayah dari dua orang anak laki-laki.
Sri dan Michel memiliki beberapa persamaan dan beberapa di antaranya membuat mereka cocok apabila bersama. Sri dan Michel sama-sama pernah ditinggal mati oleh tunangan yang amat mereka cintai. Sri dan Michele juga memiliki rumah tangga yang tidak harmonis, pasangan mereka tidak memiliki kelembutan, hingga akhirnya mereka saling menemukan kelembutan yang selama ini tidak mereka dapatkan dari pasangan mereka masing-masing.
Faktor lain yang membuat Sri dan Michel seperti gembok dan anak kunci yang tepat adalah karena kemiripan mereka dengan masing-masing mantan tunanga mereka yang telah mati. Sri menganggap Michel hampir mirip dengan Saputro dan Michel menganggap Sri hampir mirip dengan Marjorie. Mereka seperti menemukan cinta dan kebahagiaan mereka yang telah lama hilang.
Yang menarik dari novel ini adalah pembagian dua sisi cerita dengan menggunaan dua sudut pandang yang berbeda, yaitu sudut pandang Sri dan sudut pandang Michele. Kedua bagian itu memperkaya jalan cerita yang ada. Apa-apa yang saya ketahui pada sudut pandang Sri menjadi lengkap dan utuh setelah membaca bagian kedua dengan sudut pandang Michel. Pada sudut pandang Sri masih banyak praduga-praduga tentang perasaan dan kepribadian Michel, dan semua praduga itu dijawab tuntas dalam sudut pandang Michel. Saya merasa sudut pandang Michel lebih rinci dalam menjelaskan suasana dan kejadian di dalam kapal. Sama dengan bagian pertama yang menceritakan keluarga, perjalanan hidup, dan cinta Sri sejak remaja, kehidupan Michel juga dibahas hampir sama lengkapnya di bagian kedua.

Dari sudut pandang Sri dan Michel saya dapat menyimpulkan bahwa moral dan tingkah laku remaja Indonesia dengan remaja di Eropa pada masa itu sangat berbeda. Di usia remaja, Sri mengisi waktunya dengan kegiatan yang positif, yaitu belajar dan melatih kemampuannya di bidang seni tari. Sedangkan masa remaja Michel sudah diisi dengan percintaan yang mulai tidak sehat. Di usinya yang sangat belia, yaitu 14,5 tahun, Michel sudah pernah melakukan persetubuhan dengan teman sebayanya. Bobroknya moral remaja Eropa diperjelas dalam kutipan dalam novel ini, yaitu “Gadis-gadis Eropah lainnya semakin menganggap pergaulan bebas sebagai dasar pendidikan seksual mereka untuk menyiapkan diri buat perkawinan.” 

Comments

Popular posts from this blog

Analisis Tokoh dan Penokohan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A. Navis

Ulasan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

Ulasan Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari