Analisis Psikologi Tokoh Mayra dalam Cerpen Melukis Jendela Karya Djenar Maesa Ayu
ABSTRAK
Tulisan
ini bertujuan untuk menilik kejiwaan tokoh Mayra dalam cerpen Melukis Jendela. Kejiwaan Mayra tertekan
akibat rasa kesepian dan rasa terbuang yang ia rasakan dalam masa tumbuh
kembangnya tanpa perhatian sosok ayah dan ibu. Sumber data tulisan ini adalah
cerpen Melukis Jendela karya Djenar
Maesa Ayu. Data dikumpulkan melalui pembacaan dan pencatatan, kemudian
dianalisis, dan dikemukakan dengan metode telling
dan showing.
KATA
KUNCI: Kejiwaan,
kesadaran, tekanan.
PENDAHULUAN
Karya sastra tumbuh di
masyarakat, berkembang di masyarakat, diciptakan oleh masyarakat, serta dibaca
pula oleh masyarakat. Atas faktor-faktor itulah mengapa karya sastra dapat
disebut sebagai cerminan masyarakat. Berbagai genredan sub-genre hadir mengikuti
kasus-kasus yang biasa ditemukan di masyarakat. Tak jarang karya sastra sengaja
dilahirkan untuk menceritakan kejadian nyata. Bahkan karya fiksi atau rekaan
pun banyak yang tetap mengangkat tema-tema yang biasa terjadi dalam kehidupan
nyata di masyarakat.
Sifat
kemasyarakatan yang dimiliki karya sastra inilah yang memungkinkan karya sastra
dapat dikupas dengan berbagai pendekatan yang juga mengacu pada sifat-sifat di
masyarakat. Dalam karya sastra yang bertema kebudayaan-kebudayaan dapat dikaji
dengan pendekatan multikulturalisme sastra, karya sastra bertema eksistensi
perempuan dapat dikaji dengan pendekatan feminisme, karya sastra yang kental
dengan cerita kejiwaan para tokohnya dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan
psikologi sastra, dan masih banyak lagi pendekatan-pendekatan sastra lainnya.
Cerpen Melukis Jendela karya Djenar Maesa Ayu adalah salah satu cerpen yang dapat dikaji menggunakan
pendekatan psikologi sastra. Tokoh utama dalam cerpen ini ialah seorang anak perempuan usia akhir Sekolah Dasar bernama Mayra
yang tumbuh dan berkembang tanpa sosok seorang ibu. Ia tinggal bersama ayahnya
yang kerap membawa pulang wanita silih berganti. Kurangnya perhatian dari kedua
orang tua membuat Mayra menciptakan dunianya sendiri, bersama dengan lukisan
ibu dan ayah yang dibuatnya. Sosok ayah dan ibu dalam lukisan itulah yang
senantiasa menjadi tempat Mayra berkeluh kesah, tempat Mayra menceritakan
perlakuan cabul yang dilakukan teman-teman lelakinya di sekolah. Namun sebuah
mimpi yang berisi pengkhianatan sosok ayah dan ibu dalam lukisan itu terhadap
Mayra membuat Mayra membenci mereka. Rasa kesepian, rasa kesendirian, dan rasa
ditinggalkan yang menekan jiwa Mayra setiap harinya menjadikan sosok Mayra di
akhir cerita sebagai anak perempuan yang tidak lagi memiliki rasa iba pada
penindasnya. Ia memotong kelamin teman-teman lelaki yang mencabulinya itu.
LANDASAN
TEORI
Menurut
ahli psikologi, Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai
id, ego, dan superego yang bekerja sama menciptakan perilaku manusia yang
kompleks. Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir.
Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan
primitif. Id adalah sumber segala
energi psikis dan komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip
kesenangan, kepuasan, keinginan dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi, hasilnya adalah kecemasan dan ketegangan.
Ego
adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani id dengan
realitas. Ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat
dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di
pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip
realitas yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang
realistis dan sesuai dengan keadaan sosial.
Superego
adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan
cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat. Superego
memberikan pedoman untuk membuat penilaian.
Sigmun
Freud juga membagi kepribadian ke dalam tiga
tingkatan kesadaran. Yang pertama, alam
sadar (conscious), yaitu alam di
mana kita sadar akan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Mencakup semua
sensasi dan pengalaman yang kita sadari. Kedua, alam prasadar (preconscious),
yaitu bagian di mana kita dapat menjadi sadar jika kita menghadirkannya. Waktu
yang diperlukan untuk membawa informasi ke tahap conscious inilah yang disebut sebagai preconscious. Ketiga, alam
taksadar (unconscious), yaitu
proses mental yang terjadi tanpa adanya conscious
atau mungkin terjadi dengan adanya pengaruh yang khusus.
METODE
Pengkajian
cerpen ini dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Lebih spesifiknya lagi
dengan metode telling dan metode showing. Menurut Minderop, metode telling mengandalkan pemaparan watak
tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang. Melalui metode ini
keikutsertaan atau tutur campurnya pengarang dalam menyajikan perwatakan tokoh
berdasarkan paparan pengarang. Metode langsung atau direct method (telling)
mencakup: karakterisasi melalui
penggunaan nama tokoh, karakterisasi melalui penampilan tokoh, karakterisasi
melalui penampilan tokoh, dan karakterisasi melalui tuturan pengarang
(Minderop, 2010:79). Metode showing
(tidak langsung) memperlihatkan pengarang menempatkan diri di luar kisahan
dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan perwatakan
mereka melalui dialog dan action.
Metode showing mencakup: dialog dan
tigkah laku, karakterisasi melalui dialog (Minderop, 2010: 8).
Pengamatan
dilakukan mulai dengan cara membaca cerpen berulang kali secara intensif untuk
lebih memahami jalan cerita, menandai narasi dan dialog yang berbau psikologi,
mencatat bagian atau data yang dianggap penting, dan semua itu dilakukan dengan
seksama sambil menganalisis tiap kalimatnya. Setelah proses pengamatan dan
pengumpulan data, data diolah dengan menganalisis menggunakan teori milik
Sigmund Freud, yaitu tiga lapisan kesadaran dan id, ego, superego. Menuangkan
setiap kutipan narasi pengarang dan dialog tokoh yang menyangkut kejiwaan tokoh
Mayra dan dideskripsikan menggunakan metode telling
dan showing sesuai analisis yang
telah dilakukan saat dan setelah pengumpulan data.
ANALISIS CERPEN
Tokoh Mayra kesepian, kekurangan
kasih sayang, dan perhatian dari kedua orang tuanya dalam masa tumbuh dan
kembangnya.
“Sebagai anak tunggal
ia menghabiskan banyak waktu hanya dengan melamun tanpa seorang pun untuk
diajak bicara.” Hlm. 31
“Ayah yang tidak pernah
ada di rumah atau di rumah namun menghabiskan waktu seharian menulis di dalam
kamar kerja.” Hlm. 33
Narasi
di atas menyatakan bahwa Mayra adalah tokoh yang hidupnya amat kesepian. Di
paragraf-paragraf berikutnya dijelaskan secara tersirat bahwa Mayra duduk di
bangku Sekolah Dasar, tepatnya ia sedang menginjak usia akhir Sekolah Dasar.
Usia anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar adalah usia dimana seorang
anak sedang benar-benar membutuhkan sosok orang tua yang senantiasa
mendengarkan segala keluh kesahnya dan memberikan bimbingan serta wejangan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun Mayra tidak mendaptakan hal itu.
“Maka ia mulai melukis
seorang ibu, bersanggul dan berkebaya emas...”
Hlm. 31
“Ia berkeluh kesah tentang
teman-teman prianya yang kerap meraba-raba payudara dan kemaluannya sehingga menyebabkan
teror dalam dirinya setiap berangkat ke sekolah.”
Hlm. 31-32
“Ia mendengar Ibu
dengan lembut mengatakan segalanya akan membaik esok hari. Mayra mengecup Ibu
lalu mendekapnya hingga tidur.” Hlm. 32
“Mayra dapat merasakan
tangan Ibu mengelus-elus rambutnya lalu bersenandung menenangkan dirinya. Mayra
menggenggam tangan Ibu, menciumnya satu per satu.” Hlm.
33
Mayra
merasa mendapat teror dan tekanan atas apa yang
dilakukan teman-teman lelakinya terhadap dirinya. Tekanan yang ia hadapi
lagi-lagi tak dapat ia curahkan kepada kedua orang tuanya. Ia memikulnya
sendiri, sehingga secara sadar dirinya membangun sosok ibu dalam lukisannya,
kemudian dalam alam prasadarnya ia mengajak sang ibu dalam lukisan itu bercakap-cakap.
Ia mencurahkan segala keluh kesahnya pada sosok ibu dalam lukisan tersebut
hingga akhirnya ia masuk ke dalam alam taksadarnya dan merasa bahwa sosok ibu
itu meresponnya, bahkan melakukan kontak fisik dengannya. Secara logika,
interaksi antara Mayra dengan sosok Ibu itu sangatlah tidak masuk akal. Maka
dari itu saya dapat mengatakan bahwa interaksi tersebut terjadi pada alam
taksadar Mayra.
“Keesokan harinya Mayra
pergi ke sekolah tanpa beban dan penuh pengharapan.” Hlm.
32
Narasi
di atas menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada alam taksadar Mayra
mempengaruhi alam sadar Mayra. Percakapan dan interaksi Mayra dengan sosok ibu
dalam lukisan itu membuat Mayra menjadi lebih kuat, berani, bahkan seakan
memiliki pengharapan.
“’Aku mau lihat ibumu,
pasti ibumu yang menurunkan kecantikannya kepadamu. Biar kami garap
sekalian!’... Mayra mengayunkan tinjunya, tepat mengenani hidung salah satu
anak laki-laki.” Hlm. 32
Tinju
yang dilayangkan Mayra pada teman laki-lakinya itu merupakan bentuk id yang ia
keluarkan dalam merespons ujaran temannya yang terdengar mengancam Mayra dan
ibunya. Tinju tersebut dilayangkan sebagai bentuk pertahanan diri.
“Perlahan Mayra
menyayat pipinya. Darah merah segar meleleh hangat di pipinya. Ia tersenyum. Ia
membayangkan darah segar yang keluar dari hidung temannya.” Hlm.
34
Mayra
menyayat pipinya dengan pisau hingga berdarah-darah tanpa sedikitpun merasakan
ngeri dan sakit, sangatlah mustahil jika dikatakan bahwa pada saat itu Mayra
melakukannya dengan sadar. Hal tersebut Mayra lakukan dalam keadaan taksadar.
Yang dikatakan taksadar di sini bukanlah dalam keadaan tertidur, tetapi pikiran
dan jiwanya dapat dikatakan sedang tidak berada pada raganya. Mayra seakan
dituntun oleh sosok ibu yang dibanggunnya dalam alam taksadarnya tersebut,
hingga akhirnya ia sendiri menyayat pipinya dengan pisau secara taksadar.
Karena secara logika,mustahil hal tersebut dilakukan anak usia Sekolah Dasar
dengan sadar tanpa merasakan sakit, bahkan tersenyum sesudahnya.
“Kalian boleh menggarap
saya semau kalian, tapi bergiliran dan tidak di sini...” Hlm.
40
“Mayra mengenakan
kembali baju seragamnya hingga darah di tangannya menempel pada seragam
sekolahnya. Sebelum Mayra pergi, ia melirik sepintas ke arah Anton yang
terlentang di lantai kamar mandi tanpa penis lagi.” Hlm.
40-41
Tekanan
pada jiwa Mayra akibat perlakuan tidak senonoh yang dilakukan teman-temannya
padanya, dan tak ada orang tua yang memberikan perlindungan dan ketenangan pada
dirinya membuat Mayra menumpahkan keluh kesahnya pada sosok-sosok orang tua
yang dibangunnya pada alam taksadarnya. Dan sayangnya, di dalam alam
taksadarnya ia malah terpengaruh menjadi orang yang sadis oleh perintah sosok
yang sebenarnya ia bangun sendiri. Tanpa ampun, tanpa iba, tanpa sedikitpun
merasa ngeri, Mayra bangkit dan menantang orang-orang yang melecehkannya kemudian
memotong kelamin mereka. Dari situ kita dapat menyimpulkan bahwa kejiwaan atau
psikologi Mayra sudah sangat menyimpang akibat tekanan-tekanan yang ia rasakan.
SIMPULAN
Mayra menjadi
seorang anak yang sadis akibat menanggung sendirian tekanan dan pelecehan
seksual yang dilakukan teman-temannya. Peran orang tua yang seharusnya
melindungi dan menjadi tempat anaknya mencurahkan segala keluh kesah tak
didapatkan oleh Mayra hingga akhirnya Mayra membangun sendiri sosok orang tua
pada lukisannya. Mayra selalu berkeluh kesah pada sosok ayah dan ibunya dalam
lukisan tersebut, hingga akhirnya ia tenggelam dalam dunia buatannya sendiri
dan berubah menjadi orang yang sadis akibat tuntunan dari alam taksadarnya.
Mayra berani melukai tubuhnya sendiri, bahkan pada akhirnya ia berani menantang
orang-orang yang melecehkannya dan memotong kelamin mereka. Berbagai tekanan
tersebutlah yang membuat kejiawaan Mayra menjadi tidak stabil dan pada akhirnya
menyimpang hingga berani melakukan hal-hal sadis tanpa merasa ngeri dan iba.
UCAPAN
TERIMA KASIH
Tulisan ini
dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia. Ucapan
terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Firman Hadiansyah, S.Pd., M.Hum.
selaku dosen Mata Kuliah Kajian Prosa Fiksi Indonesia yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis. Terima kasih pula kepada seluruh pihak yang telah
membantu, terutama kepada Kak Desma Yuliadi Saputra, S.Pd. yang secara tidak
langsung menginspirasi penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Ayu, Djenar Maesa. 2004. Mereka Bilang, Saya Monyet!. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Buku Obor.
VIRTUAL MAX VR SERIES - TITON BIES
ReplyDeleteVirtual reality titanium pan (VR) — With the success of dei titanium exhaust wrap numerous oakley titanium sunglasses popular VR games titanium build for kodi including Thrilling 3 and The Climb 2, it's unsurprising that video games are implant grade titanium earrings